Perbanyakan tanaman hias
dibagi dua yaitu perbanyakan vegetatif dan generatif. Perbanyakan generatif
adalah perbanyakan yang menggunakan biji sebagai calon individu baru.
Mirabilis jalapa L. (bunga pukul empat) biasanya tumbuh di pekarangan
rumah sebagai tanaman hias dengan penyinaran sinar matahari yang cukup dan di kondisi
dataran rendah (1200 m) (Anonim, 2012).
Perbanyakan kembang pukul
empat dapat dilakukan dengan biji. Kembang pukul empat dirawat dengan disiram
air yang cukup, dijaga kelembaban tanahnya, dan dipupuk dengan pupuk organik.
Beberapa bahan kimia yang terkandung pada buah pukul empat di antaranya zat
tepung-lemak (4,3%), zat asam lemak (24,4%), dan zat asam minyak (46,9%).
Selain itu, pada bagian akar terkandung β-xanthins (Hariana, 2008).
Perbanyakan tanaman hias secara generatif selain
dilakukan dengan biji, dapat pula dilakukan dengan spora, misalnya pada
paku-pakuan dan suplir. Hal yang penting diperhatikan dalam perbanyakan tanaman
hias dengan spora adalah memilih spora yang telah masak, yang ditandai dengan warna
cokelat atau kehitaman. Spora biasanya terletak pada bagian bawah daun. Daun
yang sudah tua sebelumnya dikeringkan dalam amplop plastik. Penyemaian
dilakukan dalam media yang bagian bawahnya terendam air dan suhu udara 18-24ºC
(Rukmana, 1998).
Melati adalah tanaman asli Asia yang banyak dijumpai
di Indonesia, Philipina dan Asia Tenggara. Tanaman melati berbentuk perdu,
mempunyai tinggi 0,3 – 3 m dan hidup secara liar. Di Jawa tanaman ini telah
dibudidayakan di daerah dataran rendah hingga ketinggian lebih dari 600m diatas
permukaan laut. Jenis melati yang banyak dikenal diIndonesia adalah Jasminum sambac dan Jasminum
officinale, tanaman ini mudah dibudidayakan (Anonim, 2003).
Perbanyakan tanaman melati dilakukan dengan rundukan
atau stek (stek ujung, tengah dan pangkal). Konsentrasi IBA100, 150 dan 200 ppm
dapat meningkatkan jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah daun Jasminum sambac. Sedangkan Jasminum multiflorum pada konsentrasi
IBA 100 ppm, 150 ppm dan rootone mampu meningkatkan panjang tunas (Wuryaningsih
dan Satsiyati, 1995). Stek ujung mempunyai persen hidup yang tinggi, diikuti
oleh stek tengah dan stek pangkal. Perlakuan dengan menggunakan zat pengatur
tumbuh ternyata mampu mendorong hidupnya stek melati. Konsentrasi IBA yang
mempunyai pengaruh efektif berkisar antara 200-300 ppm (Soedjono, 1995).
Sansevieria termasuk tanaman hias yang mudah tumbuh
dan ‘tahan banting’. Sansivieria yang berdaun tipis seperti S. trifasciata perkembangbiakannya
relative cepat. Umumnya perbanyakan sansivieria dibagi menjadi dua, yaitu
perbanyakan generatif dan vegetatif. Perbanyakan generatif dilakukan dengan
persilangan buatan benang sari ke kepala putik hingga menghasilkan biji.
Perbanyakan vegetatif dapat lebih cepat dan lebih tinggi keberhasilannya dari
pada generatif, yaitu dilakukan dengan cara mengambil bagian tanaman, anakan,
stek daun, stek rimpang, stek pucuk, dan stek cabut. S. trifasciata kurang cocok diperbanyak dengan stek daun karena
anakan yang dihasilkan berwarna hijau (robusta). Jenis tersebut lebih cocok
diperbanyak dengan cara potong pucuk atau memisahkan anakan (Tahir dan
Sitanggang, 2008).
Metodologi
Praktikum Lanskap dan Budidaya Tanaman Hias acara II
mengenai Perbanayakan Tanaman Hias dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 2012
bertempat di Laboratorium Hortikultura dan Rumah Kawat, Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Terdapat 3 langkah
kerja yang dilakukan, terdiri dari perbanyakan generatif, perbanyakan
vegetatif, dan perbanyakan tanaman hias paku-pakuan dengan spora. Alat yang
digunakan adalah bak-bak perkecambahan,cetok, dan gembor (perbanyakan
generatif); cetok, gembor, dan kantong plastik (perbanyakan vegetatif); kotak
perkecambahan yang telah dilubangi dasarnya, dan kaca penutup (perbanyakan
tanaman hias paku-pakuan dengan spora). Bahan yang digunakan dalam praktikum
ini adalah benih Mirabilis jalapa L.
(bunga pukul empat), benih bunga matahari (Helianthus
annuus Linn.), batang tanaman melati (Jasminum
sambac), daun tanaman sansevieria (S.
trifasciata), daun tanaman paku (Nephrolepis),
pasir, tanah, dan sekam (perbanyakan generatif); Rooton, dan pasir (perbanyakan
vegetatif).
Perbanyakan Generatif yang dilakukan pertama adalah
disiapkan 3 macam media, yaitu pasir, campuran pasir dan tanah (1:1), dan
campuran pasir dan pupuk kandang (1:1). Kemudian media tersebut dimasukkan ke
dalam bak persemaian. Dibuat alur atau luubang tanam pada media dengan jari
atau batang berdiameter ± 1 cm, jarak antar alur atau lubang ± 5 cm. biji
kembang kertas yang telah disiapkan ditanam dalam alur atau lubang tanamn
masing-masing 25 biji/ bak persemaian. Dibuat masing-masing 3 ulangan untuk
setiap perlakuan media. Bak persemaian ditempatkan di tempat yang tidak terkena
sinar matahari langsung, pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman apabila
diperlukan. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap daya tumbuh benih/ vigor
benih. 10 sampel bibit diambil dari setiap bak, diamati tingginya setiap minggu
sampai bibit siap untuk dipindahkan (berdaun ±
4). Kemudian dilakukan pengukuran terhadap berat segar bibit sampel yang
telah siap dipindah tanamkan.
Perbanyakan Vegetatif langkah
awal dimasukkan pasir ke dalam bak stek. Rooton disiapkan, basahi dengan
aquadest hingga membentuk bubur. Penyiapan stek batang melati dipotong menjadi
potongan-potongan stek masing-masing 2 ruas. Penyiapan stek daun Sanseviera,
daunnya dipotong menjadi beberapa bagian, masing-masing panjangnya ± 10 cm.
Rooton dilekatkan pada pangkal potongan. Tanaman stek pada media pasir,
diletakkan di tempat teduh. Kelembabannya dijaga dengan melakukan penyiraman
apabila perlu. Pengamatan dilakukan terhadap kondisi stek. Kemudian dilakukan
pengamatan terhadap jumlah dan panjang akar, jumlah dan panjang tunas yang
tumbuh setelah ± 2 bulan.
Perbanyakan Tanaman Hias Paku-pakuan dengan Spora
langkah kerja yang dilakukan pertama kali adalah dibersihkannya terlebih dahulu
kotak perkecambahan. Pasir dicuci hingga bersih (air pencuci sampai bening),
kemudian dimasukkan ke dalam kotak perkecambahan sampai ± ¾ tinggi kotak. Pasir
dibasahi dengan air bersih namun tidak sampai menggenang. Spora dari daun
ditaburkan di atas media pasir. Kotak perkecambahan ditutup dengan kaca, lalu
diletakkan ditempah teduh. Diamati munculnya bintik-nintik hijau di permukaan
media pasir.
Rotoon f merupakan hormon tumbuh
sintetis yang digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar dalam penyetekan.
Rooton f mengandung Naftalenasetamida (0,067 %), Metil-1 Neftalenasetamida
(0,013 %), Metil-1
Neftalen Asetat (0,033 %), Indole 3-Butirat
(0,057 %) dan Fungisida tiram (4%). Fungsi rooton f dalam tanaman adalah untuk
merangsang peningkatan
aktifitas dari hormon tumbuh-tumbuhan. Rooton f juga berguna merangsang dan
meningkatkan pertumbuhan tanaman mulai dari perkembangan sel, pertumbuhan bibit,
akar, tunas, batang, dan bunga sampai menjadi buah. Zat perangsang tumbuh ini
tersedia dalam bentuk tepung berwarna putih dengan konsentrasi anjuran 5 gr /
10 liter air (Rismunandar,
1889).
Hasil dan Pembahasan
Setiap jenis tanaman hias berbeda-beda teknik perbanyakan
yang dapat digunakan, tergantung dari pola reproduksinya tanamannya. Cara
perbanyakan yang benar akan dapat memberikan hasil perbanyakan yang optimal.
Perbanyakan tanaman hias dalam praktikum ini menggunakan beberapa perlakuan
untuk mengetahui cara perbanyakan yang
dapat memberikan hasil perbanyakan paling optimal. Tanaman Sansevieria trifasciata diberi perlakuan
rotoon 0 dan 500 ppm. Tanaman Jasminum
sambac diberi perlakuan bidang pemotongan lurus dan miring. Sedangkan
tanaman paku, bunga matahari dan bunga pukul empat tidak diberi variasi
perlakuan.
Selama enam minggu pengamatan, tanaman hasil perbanyakan
generatif yang berkecambah dan tumbuh dengan baik hanya Mirabilis jalapa. Keberhasilan
perbanyakan tanaman-tanaman yang diperbanyak secara generative ini
dipengaruhi oleh cara pemecahan dormansi biji serta cara penyesuaian media
tanam, suhu, kelembaban, dan cahaya.
Gambar 1. Pola
perkecambahan dan pertumbuhan hasil perbanyakan generatif Bunga Pukul empat,
Bunga Matahari dan Paku Nephrolepis
M. jalapa memiliki biji yang mudah dikecambahkan bahkan tanpa
perlakuan khusus, karena barrier
fisik dan kimia pada kulit bijinya tidak terlalu kuat, selain itu dormansi
bijinya juga mudah dipecahkan pada suhu udara ruang dan sinar mata hari yang
cukup. Sedangkan biji H. annuus
memerlukan medium pembibitan bebas gulma karena kecambahnya lebih lemah untuk
dapat bersaing di lapangan. Biji H.
annuus sering kali juga memiliki daya kecambah yang rendah, hal ini dapat
dikarenakan kecenderungan pembentukan biji yang cacat, pemasakan fisiologis
biji yang tidak serentak, serta adanya barrier
fisik berupa kulit biji yang kedap air dan keras. Persemaian tanaman
Nephrolepis lebih sulit lagi dari pada H.
annuus, karena sulit untuk memilah antara spora yang masak dan yang masih
muda, selain itu perkecambahan spora Nephrolepis membutuhkan kondisi lingkungan
yang spesifik. Media untuk perkecambahan tanaman paku harus terendam air di
bagian bawahnya agar kelembaban selalu tinggi, suhu udara lingkungan yang
dibutuhkan juga rendah, yaitu sekitar 20ºC.
Perbanyakan tanaman Sansevieria
trifasciata dengan cara stek daun sangat mudah, sederhana dan cepat. Bahkan
pemberian rotoon pun tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
kesegaran tanaman pasca penanaman dibandingkan dengan yang tanpa pemberian
(tabel 1). Rotoon merupakan naftalenasetic
acid dan indole butyric acid sintetik
yang berfungsi merangsang pemanjangan akar dan tunas. Pemberian rotoon
menunjukkan pengaruh nyata pada pemanjangan akar, terutama pada tanaman yang
diperbanyak dari bagian pangkal dan tengah daun.
Tabel 1. Tingkat kelayuan, panjang akar, dan jumlah
akar tanaman Sansevieria hasil interaksi perlakuan prbanyakan bagian daun
ujung, tengah, pangkal, dengan pemberian dan tanpa pemberian Rotoon.
Bagian
daun
|
konsentrasi
Rotoon
|
Skoring kelayuan minggu ke-
|
Panjang
akar (cm)
|
Jumlah
akar
|
||||||
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
||||
Ujung
|
0
ppm
|
1.00a
|
1.00b
|
2.33ab
|
2.33ab
|
2.67ab
|
2.67ab
|
3.00a
|
0.00b
|
0.00c
|
500
ppm
|
1.00a
|
1.00b
|
3.00a
|
3.33a
|
3.00a
|
3.00a
|
2.67a
|
0.00b
|
0.00c
|
|
Tengah
|
0
ppm
|
1.00a
|
1.00b
|
1.00c
|
2.00ab
|
2.00ab
|
2.00ab
|
2.00a
|
0.00b
|
0.00c
|
500
ppm
|
1.00a
|
1.00b
|
1.67bc
|
1.33b
|
1.33ab
|
1.33ab
|
1.00a
|
1.00a
|
1.33ab
|
|
Pangkal
|
0
ppm
|
1.00a
|
1.67a
|
1.67bc
|
1.67b
|
1.67ab
|
1.67ab
|
1.67a
|
0.33b
|
0.67bc
|
500
ppm
|
1.00a
|
1.00b
|
1.00c
|
1.00b
|
1.00b
|
1.00b
|
1.00a
|
1.40a
|
2.00a
|
Keterangan: skor kelayuan dari yang paling segar, layu,
sampai mati adalah 1-5. Angka-angka dalam kolom yang sama yang diakhiri dengan
huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan α 5%.
Kesegaran dan kelayuan tanaman S. trifasciata dipengaruhi oleh bagian asal bahan tanam. Bagian
pangkal dan tengah memiliki resiko kegagalan perbanyakan yang lebih rendah
dibandingkan dengan bagian ujung, karena bagian jaringn pangkal dan tengah
sudah siap untuk membentuk akar dan melakukan asimilasi, jumlah klorofil telah
memenuhi dan sel-sel telah berdiferensiasi dengan sempurna. Sedangkan bagian
ujung masih terlalu muda, sehingga sebelum akar terbentuk cadangan air dan
glukosa dalam jaringan telah habis digunakan untuk respirasi dan transpirasi.
Pada akhirnya, tanaman yang belum siap namun telah diperbanyak ini mengalami
kekurangan air atau disebut cekaman kekeringan.
Kekurangan air dalam jaringan tanaman terjadi ketika di
dalam sel tanaman hanya ada sedikit air, yang kemudian terus-menerus ditranspirasikan,
sehingga sel-sel mengalami plasmolisis, mengkerut dan layu. Keadaan ini sering
kali terjadi pada perbanyakan tanaman yang belum siap atau belum mampu
beradaptasi dengan lingkungan baru. Gejalanya yaitu daun tampak kering,
kemudian bagian pangkal yang berada di dalam tanah jika diambil tampak busuk
(Gambar 2, 3, 4,5, dan 6).
Gambar 2, 3, 4 dan 5. Hasil perbanyakan tanaman S. trifasciata pada minggu ke-1, ke-2,
ke-3 dan ke-4 setelah tanam
Gambar 6. Gejala kematian pada tanaman S. trifasciata umur 4 mst hasil
perbanyakan stek bagian ujung daun
Berbeda halnya dengan pernyataan Tahir dan Sitanggang
(2008) bahwa S. trifasciata yang
diperbanyak dengan stek daun menghasilkan anakan berwarna hijau (robusta),
dalam praktikum ini dihasilkan anakan yang warnanya bercorak sama seperti
induknya. Dengan demikian, S. trifasciata
tidak masalah untuk diperbanyak dengan stek daun, karena hasilnya dapat lebih
kontinyu dan banyak dari pada perbanyakan anakan, keragaan fisiknya pun sama
seperti induknya. Hanya saja untuk stek daun sebaiknya bagian ujungnya tidak
digunakan.
Penggunaan rotoon untuk membantu perbanyakan tanaman
melati justru lebih banyak dari pada tanaman sansevieria. Penelitian-penelitian
sebelumya juga telah menggunakan rotoon untuk meningkatkan jumlah tunas,
panjang tunas, jumlah daun (Wuryaningsih dan Satsiyati, 1995) serta mendorong
hidupnya stek melati (Soedjono, 1995). Namun dalam praktikum ini perlakuan yang
diberikan untuk perbanyakan tanaman melati (Jasminum
sambac) bukan penggunaan rotoon melainkan bidang pemotongan pada stek
batangnya.
Selama enam minggu pengamatan setelah tanam, tidak ada
beda nyata antara kesegaran/kelayuan tanaman J. sambac, panjang tunas dan jumlah tunas hasil perbanyakan.
Meskipun dalam angka panjang tunas dari pemotongan lurus lebih panjang dan
jumlah tunasnya lebih sedikit dibandingkan pemotongan miring. Melati merupakan
tanaman perdu rendah yang biasa digunakan sebagai pagar hidup pendamping pagar
besi. Untuk keperluan ini, jumlah tunas lebih dipentingkan dibandingkan dengan
panjang tunasnya jika laju pertumbuhan antara keduanya tidak berbeda nyata.
Tabel 2. Tingkat kelayuan, panjang tunas, dan jumlah
tunas tanaman Melati hasil perbanyakan dengan cara pemotongan miring dan lurus
Pemotongan
|
Skoring Kelayuan pada Minggu ke-
|
Panjang tunas (cm)
|
Jumlah tunas
|
||||||
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
|||
Miring
|
1.00a
|
1.00a
|
1.67a
|
1.67a
|
1.00a
|
2.33a
|
4.00a
|
1.33a
|
3.67a
|
Lurus
|
1.00a
|
1.00a
|
1.67a
|
1.67a
|
1.67a
|
2.33a
|
4.00a
|
2.33a
|
3.00a
|
Keterangan: skor kelayuan dari yang paling segar, layu,
sampai mati adalah 1-5. Angka-angka dalam kolom yang sama yang diakhiri dengan
huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan α 5%.
Kesimpulan
Setiap jenis tanaman
hias berbeda-beda teknik perbanyakan yang dapat digunakan, tergantung dari pola
reproduksinya tanamannya. Cara perbanyakan yang benar dapat memberikan hasil
perbanyakan yang optimal.
Perbanyakan generatif tanaman paku pakuan dan bunga
matahari sulit sedangkan bunga pukul empat lebih mudah. Keberhasilan perbanyakan tanaman-tanaman yang diperbanyak
secara generatif dipengaruhi oleh cara pemecahan dormansi biji serta cara
penyesuaian media tanam, suhu, kelembaban, dan cahaya.
Sansevieria trifasciata dapat diperbanyak dari stek
bagian pangkal dan tengah daun dengan hasil anakan yang sama seperti induknya.
Jasminum sambac dapat diperbanyak dengan cara
pemotongan stek batang miring atau pun lurus dengan hasil yang tidak berbeda
nyata antar keduanya.
Daftar
Pustaka
Anonim. 2003. Manfaat dan Budidaya Tanaman Melati.
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan Teknologi TRO 15: 19-27.
Anonim. 2012. Bunga Pukul Empat: Mengenal Lebih Jauh.
<http://tulipflorist.wordpress.com
/2012/06/14/bunga-papan-dijual-disini/>. Diakses 22 November
2012.
Hariana, A. 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Harjanto, H. dan N. Rakhmania. 2007. Memperbanyak
Tanaman Hias Faforit. Penebar Swadaya, Depok.
Nopriastori. 2011. Dasar-dasar Perbanyakan Tanaman
Secara Vegetatif. < http://nopriastor.
wordpress.com/2012/06/12/dasar-dasar-perbanyakan-tanaman-secara-vegetatif/>.
Diakses 17 Desember 2012.
Rismunandar. 1988. Hormon tanaman dan ternak. Penebar
Swadaya, Jakaarta.
Ruhana, F. 2010. Modul Pelatihan Pertanian Pola Green
House. Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
Rukmana, R. 1998. Teknik Perbanyakan Tanaman Hias.
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Sihite, H. 2011. Tanaman Obat. <http://jamure.wordpress.com/2011/03/25/tanaman-obat/>.
Diakses 13 November 2012.
Soedjono, S., 1995. Perbanyakan melati (Jasminum multiflorum dan Jasminum sambac) dengan setek dan zat
pengatur tumbuh asamindol butirat. Jurnal Holtikultura 5: 79-89.
Tahir, M.I. dan Sitanggang, M. 2008. 165 Sansevieria
Eksklusif. PT. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Vossen, H.A.M. van der, dan S, Duriyaprapan. 2012. Helianthus annuus Linn. < http://www.proseanet.org/florakita/browser.php?docsid=542>.
Diakses 17 Desember 2012.
Wuryaningsih, S dan Satsiyati, 1995.Hasil penelitian
melati 1993/1994 dan 1994/1995. Prosiding EvaluasiHasil Penelitian
Hortikultura. TA1993/1994 dan 1994/1995. hal 210– 221.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik.