Uji kesehatan benih terutama ditujukan pada ada atau tidaknya penyakit yang disebabkan oleh organisme, seperti jamur, bakteri, virus dan hama, seperti ulat dan serangga tetapi kondisi fisiologi juga dapat menjadi penyebabnya. Pengujian mengenai ada atau tidaknya organisme terbawa benih harus dilakukan dengan metode yang berdasarkan pada penelitian yang dapat diterima secara internasional. Tujuan akhir dari uji kesehatan benih sangat erat hubungannya dengan kebijakan yang aktual dalam peningkatan mutu benih, perdagangan benih, dan perlindungan tanaman (Neergard, 1977).
Benih yang bermutu adalah benih yang dinyatakan sebagi benih yang berkualitas tinggi dari jenis tanaman unggul. Benih yang berkualitas tinggi ini memiliki daya tumbuh lebih dari 90 % dengan ketentuan memiliki viabilitas atau dapat mempertahankan kelangsungan pertumbuhannya menjadi tanaman yang menghasilkan, mampu berkecambah dengan baik dan tumbuh normal sering disebut dengan benih yang matang, ketentuan yang kedua yaitu memiliki kemurnian yang artinya bebas dari kotoran, dari benih tanaman lain, bebas dari biji herba dan hama penyakit (ISTA, 2005).
Metode deteksi patogen menurut Neergard (1977) ada lima macam, yaitu:
- metode pengamatan benih yang tidak berkecambah: pengamatan biji kering secara langsung; pengamatan suspensi patogen hasil pencucian benih; pengamatan suspensi patogen hasil pencucian benih yang kemudian diendapkan; pengamatan embrio biji.
- metode inkubasi: metode kertas isap dengan berbagai macam variasi, metode agar, metode agar cair dalam tabung, metode batu bata, pasir atau tanah
- metode hayati (bioassay) dan biokimiawi: metode indikator, metode phage plaque, metode serologi
- metode pengamatan setelah melewati medium semai: metode growing- on
- metode molekuler: metode asam nukleat, teknologi PCR (Polymerase Chain Reaction).
Metode uji pengecambahan dapat digunakan
untuk mendapatkan informasi yang mewakili gejala di lapangan. Sejumlah
cendawan, bakteri dan virus terbawa benih sering menghasilkan gejala infeksi
atau serangan pada bibit tanaman. Gejala terjadi pada akar, batang, daun atau
seluruh bagian tanaman bahkan sampai menyebabkan kematian pada benih tanaman
(Susetyo, 2012).
Benih berkualitas mampu memunculkan kecambah yang normal, sebaliknya benih yang rusak, rendah kualitasnya akan menghasilkan kecambah/ bibit abnormal. Kerusakan benih dapat terlihat nyata (retak kulit, mengelupas atau biji pecah). Namun, kadang-kadang kerusakan tidak tampak karena disebabkan oleh patogen yang berada di dalam benih sehingga kerusakan benih dapat diketahui setelah benih berkecambah berupa adanya gejala abnormal. Oleh karena itu dalam pengujian kesehatan benih perlu dilakukan uji daya tumbuh benih dengan metode growing- on untuk mengetahui adanya atau tidaknya patogen yang menginfeksi benih.
Praktikum Patologi Benih acara 1 dengan judul Growing on Test dilaksanakan pada tanggal 17-24 Oktober 2012 di Laboratorium Klinik Tumbuhan dan greenhouse, Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan bahan yang digunakan adalah benih cabai, pot, nampan, dan media tanam.
Praktikum ini merupakan deteksi virus menggunakan metode growing on test dengan cara in vivo. Cara kerjanya adalah pertama-tama memilih biji yang normal dan abnormal secara visual. Kemudian menyediakan pot dan media tanam. Pada masing-masing pot dibuat 5 lubang sedalam ±1 cm. setiap lubang ditanami dengan 2 benih cabai sehingga dalam 1 pot tersebut terdapat 10 benih cabai yang akan tumbuh. Setiap jenis benih cabai yang digunakan dilakukan 3 ulangan. Setelah itu pot ditaruh di nampan untuk kemudian ditaruh di rumah kaca. Setelah itu diinkubasi selama 7 hari dalam greenhouse dan diamati adanya gejala patogennya. Dicatat hasil pengamatan jumlah benih yang berkecambah serta gejala patogennya. Jumlah benih berkecambah dihitung gaya berkecambahnya dengan rumus :
Benih berkualitas mampu memunculkan kecambah yang normal, sebaliknya benih yang rusak, rendah kualitasnya akan menghasilkan kecambah/ bibit abnormal. Kerusakan benih dapat terlihat nyata (retak kulit, mengelupas atau biji pecah). Namun, kadang-kadang kerusakan tidak tampak karena disebabkan oleh patogen yang berada di dalam benih sehingga kerusakan benih dapat diketahui setelah benih berkecambah berupa adanya gejala abnormal. Oleh karena itu dalam pengujian kesehatan benih perlu dilakukan uji daya tumbuh benih dengan metode growing- on untuk mengetahui adanya atau tidaknya patogen yang menginfeksi benih.
Praktikum Patologi Benih acara 1 dengan judul Growing on Test dilaksanakan pada tanggal 17-24 Oktober 2012 di Laboratorium Klinik Tumbuhan dan greenhouse, Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan bahan yang digunakan adalah benih cabai, pot, nampan, dan media tanam.
Praktikum ini merupakan deteksi virus menggunakan metode growing on test dengan cara in vivo. Cara kerjanya adalah pertama-tama memilih biji yang normal dan abnormal secara visual. Kemudian menyediakan pot dan media tanam. Pada masing-masing pot dibuat 5 lubang sedalam ±1 cm. setiap lubang ditanami dengan 2 benih cabai sehingga dalam 1 pot tersebut terdapat 10 benih cabai yang akan tumbuh. Setiap jenis benih cabai yang digunakan dilakukan 3 ulangan. Setelah itu pot ditaruh di nampan untuk kemudian ditaruh di rumah kaca. Setelah itu diinkubasi selama 7 hari dalam greenhouse dan diamati adanya gejala patogennya. Dicatat hasil pengamatan jumlah benih yang berkecambah serta gejala patogennya. Jumlah benih berkecambah dihitung gaya berkecambahnya dengan rumus :
GB = jumlah benih
yang berkecambah x 100%
jumlah biji yang dikecambahkan
Deteksi virus adalah suatu cara atau metode yang digunakan untuk mengetahui apakah dalam suatu tanaman atau benih terdapat virus atau tidak. Banyak metode deteksi virus yang digunakan dalam laboratorium-laboratorium, diantaranya dengan growing on test, serologi, PCR, mikroskop elektron, dll. Namun yang paling banyak digunakan adalah growing on test karena metode ini mudah dan ekonomis. Growing on test ini dengan melihat pertumbuhan dari benih apakah terlihat gejala virus atau tidak pada perkecambahannya. Prinsip pengujian benih dengan metode growing on test adalah memberikan kondisi tumbuh yang optimal bagi mikroorganisme terbawa benih, baik yang ada di permukaan ataupun yang ada di dalam jarungan benih.
Tabel 1. Perkecambahan dan gaya berkecambah benih cabe keriting sachet yang diperoleh dari toko benih, cabe rawit putih yang diperoleh dari pertanaman, dan cabe rawit hijau yang diperoleh dari warung makan
Praktikum Growing
on Test dengan menggunakan biji cabai secara in
vivo, tidak ditemukan adanya gejala patogen. Kenampakan tanaman dari
benih cabai yang ditanam sehat,
secara visual biji bersih, permukaan mulus. Pada uji in vivo, terlihat dari 3 jenis benih cabai yang diujikan, hanya sampel benih
cabe rawit keriting sachet yang diperoleh dari toko benih yang berhasil
berkecambah dan tumbuh dengan normal, meskipun tidak seluruh ulangan memiliki
daya kecambah yang baik.
Gaya berkecambah menentukan kualitas dari suatu benih. Gaya berkecambah diharapkan merupakan dapat merepresentasikan daya tumbuh benih jika ditanam di lingkungan tumbuh yang sebenarnya. Benih cabai keriting sachet yang diperoleh dari toko benih semestinya memiliki daya kecambah yang baik dan dapat menjamin pertumbuhan serta hasil yang baik di lapangan, namun setelah diuji ternyata rata-rata daya kecambahnya hanya 65%, masih berada di bawah standar benih cabe yaitu 95%. Sehingga benih ini sebenarnya sudah tidak layak sebagai bahan tanam, terlebih untuk dikomersialkan.
Benih cabe rawit putih dan cabe rawit hijau yang tidak dapat berkecambah sama sekali dapat dikarenakan oleh dormansi biji atau adanya infeksi patogen. Pada benih yang masih baru, umumnya permeabilitas benih, GB benih, dan indeks vigor benih masih baik, begitu pula dengan zat pengatur tumbuh yang dikandungnya pun masih baik untuk memulai pertumbuhan perkecambahan, sehingga gaya berkecambahnya pun masih tinggi. Sehingga apabila diletakkan pada tempat yang sesuai maka benih akan cepat dan mudah berkecambah. Namun bila benih masih dalam masa dorman maka GB benih dan vigor tidak dapat muncul meskipun telah diberikan kondisi yang optimum bagi perkecambahannya. Benih yang sudah tidak dorman namun terinfeksi patogen juga memiliki kemungkinan untuk tidak dapat berkecambah jika infeksi yang terjadi telah mematikan embrio. Benih yang tidak dorman tetapi tidak dapat tumbuh setelah periode pengujian tertentu juga dinilai oleh Sutopo (1993) sebagai mati. Benih mati sebaiknya tidak diperhitungkan ataupun dibertimbangkan sebagai bahan tanam.
Kekurangan dari metode grow-on test ini adalah terkadang virus tidak muncul saat fase vegetatif dari tanaman atau saat berkecambah dan virus ini akan muncul setelah di lapangan. Growing on test juga dibutuhkan uji lanjut seperti ELISA, PCR, serologi, dll agar didapatkan hasil yang lebih baik untuk mengantisipasi bahaya laten patogen.
Deteksi virus adalah suatu cara atau metode yang digunakan untuk mengetahui apakah dalam suatu tanaman atau benih terdapat virus atau tidak. Banyak metode deteksi virus yang digunakan dalam laboratorium-laboratorium, diantaranya dengan growing on test, serologi, PCR, mikroskop elektron, dll. Namun yang paling banyak digunakan adalah growing on test karena metode ini mudah dan ekonomis. Growing on test ini dengan melihat pertumbuhan dari benih apakah terlihat gejala virus atau tidak pada perkecambahannya. Prinsip pengujian benih dengan metode growing on test adalah memberikan kondisi tumbuh yang optimal bagi mikroorganisme terbawa benih, baik yang ada di permukaan ataupun yang ada di dalam jarungan benih.
Tabel 1. Perkecambahan dan gaya berkecambah benih cabe keriting sachet yang diperoleh dari toko benih, cabe rawit putih yang diperoleh dari pertanaman, dan cabe rawit hijau yang diperoleh dari warung makan
Perlakuan
|
Ulangan
|
Jumlah benih yang berkecambah pada pengamatan Hari ke-
|
GB (%)
|
|||
2
|
4
|
6
|
8
|
|||
Cabe keriting
|
1
|
0
|
1
|
4
|
4
|
40
|
2
|
0
|
0
|
1
|
2
|
20
|
|
3
|
0
|
2
|
7
|
7
|
70
|
|
Cabe rawit putih
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
Cabe rawit hijau
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
3
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Gaya berkecambah menentukan kualitas dari suatu benih. Gaya berkecambah diharapkan merupakan dapat merepresentasikan daya tumbuh benih jika ditanam di lingkungan tumbuh yang sebenarnya. Benih cabai keriting sachet yang diperoleh dari toko benih semestinya memiliki daya kecambah yang baik dan dapat menjamin pertumbuhan serta hasil yang baik di lapangan, namun setelah diuji ternyata rata-rata daya kecambahnya hanya 65%, masih berada di bawah standar benih cabe yaitu 95%. Sehingga benih ini sebenarnya sudah tidak layak sebagai bahan tanam, terlebih untuk dikomersialkan.
Benih cabe rawit putih dan cabe rawit hijau yang tidak dapat berkecambah sama sekali dapat dikarenakan oleh dormansi biji atau adanya infeksi patogen. Pada benih yang masih baru, umumnya permeabilitas benih, GB benih, dan indeks vigor benih masih baik, begitu pula dengan zat pengatur tumbuh yang dikandungnya pun masih baik untuk memulai pertumbuhan perkecambahan, sehingga gaya berkecambahnya pun masih tinggi. Sehingga apabila diletakkan pada tempat yang sesuai maka benih akan cepat dan mudah berkecambah. Namun bila benih masih dalam masa dorman maka GB benih dan vigor tidak dapat muncul meskipun telah diberikan kondisi yang optimum bagi perkecambahannya. Benih yang sudah tidak dorman namun terinfeksi patogen juga memiliki kemungkinan untuk tidak dapat berkecambah jika infeksi yang terjadi telah mematikan embrio. Benih yang tidak dorman tetapi tidak dapat tumbuh setelah periode pengujian tertentu juga dinilai oleh Sutopo (1993) sebagai mati. Benih mati sebaiknya tidak diperhitungkan ataupun dibertimbangkan sebagai bahan tanam.
Kekurangan dari metode grow-on test ini adalah terkadang virus tidak muncul saat fase vegetatif dari tanaman atau saat berkecambah dan virus ini akan muncul setelah di lapangan. Growing on test juga dibutuhkan uji lanjut seperti ELISA, PCR, serologi, dll agar didapatkan hasil yang lebih baik untuk mengantisipasi bahaya laten patogen.
KESIMPULAN
- Berdasarkan metode Growing on test, benih cabai keriting sachet yang diperoleh dari toko benih dan berhasil berkecambah tidak mengandung patogen baik itu jamur, bakteri, atau pun virus. Sedangkan benih cabe rawit putih yang diperoleh dari pertanaman dan cabe rawit hijau yang diperoleh dari warung makan dapat dikatagorikan ke dalam benih dorman atau benih mati setelah dilakukan uji lanjut.
- Benih cabai keriting sachet yang diperoleh dari toko benih sudah tidak layak sebagai bahan tanam, terlebih untuk dikomersialkan, karena daya kecambahnya kurang dari 95%.
- Metode Growing on test dapat dipilih untuk menguji kesehatan benih karena mudah dan murah, namun perlu uji lanjut untuk mendeteksi patogen yang tidak muncul saat fase vegetatif tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. International Seed
Testing Association (ISTA) International Rules for Seed Testing. Seed Science and Technology 13 : 299-355.
Neergard, P. 1977. Seed Pathology. MacMillan, London.
Rustikawati, 2000. Identifikasi genotipe tahan
dan pewarisan sifat ketahanan terhadap Cucumber Mosaic Virus (CMV) pada cabai
merah (Capsicum annum L.). Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Susetyo, H. P.
2012. Pengelolaan Benih Melati. <http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=499%3Apengelolaan-benih-melati&catid=42%3Ademo-category&I
temid=1>. Diakses 17 Oktober 2012.
Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. Rajawali Press, Jakarta.
Wahyuni, W. S. 2005. Dasar-Dasar Virologi
Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wirajaswadi, L. 2010. Penyakit
Tungro dan Pengendaliannya Pada Tanaman Padi. <http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/artikel/300-penyakit-tungro-dan-pengendaliannya-pada-tanaman-padi>.
Diakses pada tanggal 8 Desember 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik.