"salah satu amal yang tidak akan putus pahalanya meski manusia telah meninggal dunia adalah ilmu yang bermanfaat"

IMBIBISI


ABSTRAKSI
Praktikum Imbibisi Benih ini dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 16 Oktober 2011 di Laboratorium Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat-alat yang digunakan dalam acara ini adalah petridish, timbangan elektrik, pisau, dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, tisu, benih kacang tanah (Arachis hypogeae), kedelai (Glycine max), dan jagung (Zea mays). Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui peran air dalam perkecambahan benih dan untuk mengetahui laju imbibisi beberapa jenis benih. Parameter yang digunakan adalah kadar air awal tiap benih dan berat benih setelah direndam dalam air selama 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. Semakin tinggi kadar air benih mengakibatkan laju imbibisi semakin rendah. Laju imbibisi tercepat terjadi pada benih kedelai, diikuti benih kacang tanah, kemudian benih jagung.

I.        PENDAHULUAN
a.      Latar Belakang Masalah
            Benih adalah biji yang masak secara fisiologis, tersusun oleh kulit benih (testa), endosperma, dan embrio.  Jaringan testa tersusun oleh sel-sel sklereid sedangkan jaringan endosperma dan embrio tersusunoleh sel-sel parenchim. Jaringan testa benih merupakan jaringan mati, sedangkan jaringan endosperm sebagian selnya bersifat hidup. Lain halnya dengan bagian embrio benih, seluruhnya tersusun oleh sel-sel hidup yang aktif secara fisiologis dan banyak mengandung air untuk mempertahankan kehidupan sel penyusunnya. Benih akan berkecambah bilamana terjadi peningkatan kembali aktifitas metabolisme dan pertumbuhan jaringan benih yang meliputi rehidrasi, penggunaan nutrisi cadangan makanan dan perkembangan bertahap dari system sintesis yang memampukannya untuk tumbuh sebagai organisme autotrop (Street dan Opik, 1985).

b.      Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui peran air dalam perkecambahan benih dan untuk mengetahui laju imbibisi beberapa jenis benih.



II.     TINJAUAN PUSTAKA
Kacang tanah (Arachis hypogeae L.) merupakan tanaman pangan berupa semak yang berasal dari Amerika Selatan, tepatnya berasal dari Brazilia. Penanaman pertama kali dilakukan oleh orang Indian (suku asli bangsa Amerika). Di Benua Amerika penanaman berkembang yang dilakukan oleh pendatang dari Eropa. Benih dari kacang tanah memiliki kulit yang mengkilap, tidak keriput dan cacat. Kadar air benih kacang tanah berkisar 9-12 % (Anonim, 2010).
Biji menyerap air dari lingkungan sekelilingnya, baik dari tanah maupun udara dalam bentuk embun atau uap air. Efek yang terjadi adalah membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio membesar dan biji melunak. Proses ini murni fisik dan disebut tahap imbibisi (berarti “minum”). Hal tersebut merupakan tahap awal dari proses perkecambahan. Kehadiran air di dalam sel mengaktifkan sejumlah enzim perkecambahan awal. Fitohormon asam absisat menurun kadarnya, sementara giberelin meningkat. Berdasarkan kajian ekspresi gen pada tumbuhan model Arabidopsis thaliana diketahui bahwa pada perkecambahan lokus-lokus yang mengatur pemasakan embrio, seperti ABSCISIC ACID INSENSITIVE 3 (ABI3), FUSCA 3 (FUS3), dan LEAFY COTYLEDON 1 (LEC1) menurun perannya (downregulated) dan sebaliknya lokus-lokus yang mendorong perkecambahan meningkat perannya (upregulated), seperti GIBBERELIC ACID 1 (GA1), GA2, GA3, GAI, ERA1, PKL, SPY, dan SLY. Diketahui pula bahwa dalam proses perkecambahan yang normal sekelompok faktor transkripsi yang mengatur auksin (disebut Auxin Response Factors, ARFs) diredam oleh miRNA. Perubahan pengendalian ini merangsang pembelahan sel di bagian yang aktif melakukan mitosis, seperti di bagian ujung radikula. Akibatnya ukuran radikula makin besar dan kulit atau cangkang biji terdesak dari dalam, yang pada akhirnya pecah. Pada tahap ini diperlukan prasyarat bahwa cangkang biji cukup lunak bagi embrio untuk dipecah (Anonim, 2011).
Imbibisi adalah tahap pertama yang sangat penting karena menyebabkan peningkatan kandungan air benih yang diperlukan untuk memicu perubahan biokimiawi dalam benih sehingga benih berkecambah. Jika proses ini terhambat maka perkecambahan juga akan terhambat. (Asiedu et al., 2000). Miao et al (2001) menyebutkan bahwa kulit benih  adalah struktur penting sebagai suatu pelindung antara embrio danlingkungan di luar benih, mempengaruhi penyerapanair, pertukaran gas dan bertindak sebagai penghambat mekanis dan mencegah keluarnya zat penghambat dari embrio. Morris (2000) menyebutkan bahwa dormansi yang disebabkan oleh kulit benih dapat terjadi karena adanya komponen penyusun benih baik yang bersifat fisik dan atau kimia. Semakin tua benih aren ternyata semakin rendah permeabilitasnya terhadap air meskipun kadar airnya semakin menurun sehingga ketika dikecambahkan proses imbibisi benih aren berlangsung sangat lambat. Diduga hal tersebut disebabkan oleh struktur benih aren yang bersifat menghambat masuknya air ke dalam benih.
Kondisi kadar air benih, ialah berat air yang dikandung dan yang kemudian hilang karena pemanasan sesuai dengan aturan yang ditetapkan, yang dinyatakan dalam persentase terhadap berat awal contoh benih. Penetapan Kadar Air adalah banyaknya kandungan air dalam benih yang diukur berdasarkan hilangnya kandungan air tersebut & dinyatakan dalam % terhadap berat asal contoh benih. Tujuan penetapan kadar air diantaranya untuk untuk mengetahui kadar air benih sebelum disimpan dan untuk menetapkan kadar air yang tepat selama penyimpanan dalam rangka mempertahankan viabilitas benih tersebut. Ada dua metode dalam pengujian kadar air benih, yaitu :
a) Konvensional ( Menggunakan Oven )
Skema pengujian kadar air benih dengan metode konvensional (oven)
b) Automatic (Menggunakan Balance Moisture Tester, Ohaus MB 45, Higromer)    
Dalam metode ini hasil pengujian kadar air benih dapat langsung diketahui (Purnobasuki, 2011).
         Ada beberapa tipe dormansi, yaitu dormansi Fisik dan dormansi Fisiologis (Sahupala, 2007). Berikut penjelasannya :
Dormansi Fisik
Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas struktural terhadap perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis tanaman. Yang termasuk dormansi fisik adalah:
a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih keras contohnya seperti pada famili Leguminoceae, disini pengambilan air terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade yang berdinding tebal, terutama dipermukaan paling luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam  selain pergantian suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan benih retak akibat pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan cendawan dapat membantu memperpendek masa dormansi benih.
b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada  dalam keadaan dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka embrio akan tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini juga umumnya dijumpai pada beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia, Eucalyptus, dll. Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang biasa dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang oleh kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan dua cara mengekstrasi benih dari pericarp atau kulit biji.



III.   METODOLOGI
Praktikum Fisiologi Biji acara I mengenai Imbibisi Benih dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 17 Oktober 2011 di Laboratorium Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada praktikum ini digunakan bahan berupa benih kacang tanah (Arachis hipogea), benih jagung (Zea mays), dan benih kedelai (Glycine max). Sedangkan alat yang digunakan adalah petridish, timbangan electric, pisau, kertas tisu, Moisture tester M20 P digital.
            Langkah kerja yang dilakukan pada praktikum acara ini yaitu diambil benih sebanyak 5 biji x 4 ulangan untuk tiap-tiap komoditas, diusahakan ukuran (besar benih) sama. Kemudian benih tersebut ditimbang dan diukur kadar airnya menggunakan Moisture tester. Setelah itu, benih dilukai dengan cara ditusuk. Benih direndam didalam beaker glass dengan volume air tertentu (agar benih berimbibisi). Setiap 15 menit, 5 benih diambil untuk ditimbang (sebelum ditimbang kulit luar benih dikeringkan dahulu menggunakan kertas tisu). Perlakuan tersebut dilakukan setiap 15 menit sekali selama 45 menit. Setelah itu, grafik laju imbibisi dibuat berdasarkan perubahan berat benih setelah diimbibisikan dan dibuat grafik kadar air awal.



IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kadar Air Awal dan Waktu Imbibisi pada Tiap Jenis Benih
Jenis Benih
KA Awal (%)
Waktu Imbibisi (t) (menit)
Laju Imbibisi (1/t) (gram/menit)
10
15
30
45
Kedelai
10.65
0.6
0.89
0.68
0.98
0.0084
Jagung
13.2
1.14
1.24
1.28
1.31
0.0038
Kacang Tanah
11.15
2.43
2.55
2.42
2.77
0.0076

Pengamatan terhadap kadar air awal pada benih kedelai (Glycine max), jagung (Zea mays), dan kacang tanah (Arachis hypogea) dimaksudkan untuk mengetahui laju imbibisi tiap benih dalam menentukan kandungan air benih secara menyeluruh dan gambaran proses imbibisi pada tiap benih. Hasil pengamatan dalam Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan bahwa dari berbagai keadaan benih, ternyata kadar air awal yang tertinggi dimiliki oleh benih jagung (Zea mays) sebesar 13,2 %, kemudian kacang tanah (Arachis hypogea) sebesar 11,15 %, dan kedelai (Glycine max) sebesar 10,65 %.
Gambar 1. Histogram Kadar Air Benih

Kadar air awal mempengaruhi laju imbibisi dikarenakan semakin rendah kadar air benih, jika direndam dalam air maka kekuatan menarik air (driving force) masuk ke dalam benih semakin besar, sepertihalnya pada benih kedelai yang tertera dalam tabel 1. Shephard dan Naylor (1996) menyebutkan bahwa jika pada tahap imbibisi suplai air dalam keadaan terbatas, maka perkecambahan dapat terhambat.


Gambar 2. Grafik Kecepatan Imbibisi

Pada umumnya kulit benih yang tersusun oleh lignin, tannin, lilin dan sel sklereid yang rapat, dapat mengurangi sifat permeabilitasnya terhadap air (Widyawati et al., 2009). Asiedu et al. (2000) menyebutkan bahwa tannin, lignin, dan senyawa kimia lain dalam kulit benih kacang tunggak berpengaruh nyata terhadap kecepatan penyerapan air dan kerusakan akibat imbibisi. Chachalis dan Smith (2001) menyebutkan bahwa pada kebanyakan kasus, biji yang impermeable mempunyai pori-pori sangat sedikit dan dangkal. Miao, et al. (2001) menyebutkan bahwa testa merupakan struktur penting sebagai barier pelindung embrio dari lingkungan eksternal, mengendalikan penyerapan air dan pertukaran gas, serta sebagai hambatan mekanis keluarnya inhibitor dari embrio.  Testa juga berfungsi melindungi benih dari kebocoran larutan sel benih yang sering terjadi selama imbibisi (Shephard dan Naylor, 1996). Ellery dan Chapman (2000) menyebutkan bahwa dalam fase hidrasi, testa sering menjadi factor pembatas, sehingga penghilangan atau pengelupasan testa secara menyeluruh atau sebagian dapat mempercepat laju penyerapan air.  Ehara et al. (2001) menyebutkan bahwa benih palem Sagu (Metroxylon sagu Rottb) perkecambahannya meningkat jika perikarp dan sarkostesta dihilangkan serta direndam air untuk waktu yang lama. El-Siddig (2001) menyebutkan bahwa pelunakan kulit benih menggunakan asam ataumerusakkan testa dengan pengkeratan maupun pengelupasan akan meningkatkan penyerapan aisehingga perkecambahannya lebih awal dan lebih cepat. Berdasarkan hasil penelitian Widyawati et al. (2009), ternyata pengampelasan kulit benih mempercepat perkecambahan dan persentase perkecambahan benih aren secara nyata. Hal ini disebabkan pengampelasan kulit benih tersebut berakibat mengurangi hambatan mekanis kulit benih untuk berimbibisi, sehingga peningkatan kadar air dapat terjadi lebih cepat pada benih yang diampelas.
Asiedu et al. (2000) menyebutkan bahwa imbibisi adalah tahap hidrasi benih yang sangat penting yang dibutuhkan untuk inisiasi perubahan biokhemis yangmengarah pada perkecambahan. Berdasarkan hasil penelitian Afifah (1990) menunjukkan bahwa kulit benih yang luka menyebabkan penurunan viabilitas pada semua varietas/ galur. Hal tersebut disebabkan karena terjadi kerusakan imbibisi, yaitu laju imbibisinya sangat tinggi sehingga kemampuan berkecambahnya berkurang.


V.     KESIMPULAN
1.      Semakin tinggi kadar air benih mengakibatkan laju imbibisi semakin rendah.
2.      Laju imbibisi tercepat terjadi pada benih kedelai, diikuti benih kacang tanah, kemudian benih jagung.



DAFTAR PUSTAKA


Afifah, Siti. 1990. Pengaruh Kondisi Kulit Benih terhadap Viabilitas Benih pada Berbagai Varietas Kedelai. Laporan Karya Ilmiah. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Bogor.

Asiedu, E.A., A.A. Powell, T. Stuchbury. 2000. Cowpea seed coat chemical analysis in relation to storageseed quality. Afric. Crop Sci. J.  8(3):283-294. 

Anonim. 2010. Kacang Tanah (Arachis hypogea L.). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi MIG Corp.

Anonim. 2011. Kadar Air. <http://jai.staff.ipb.ac.id/tag/kadar-air/>. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2011.

Ehara, H., G. Morita., C. Komada., M. Goto. 2001. Effect of physical treatment and presence of the  pericarp and sarcostesta on seed germinations in sago palm (Metroxylon sagu rottb). Seed Sci. Technol. 29:83-90.

Ellery, A.J., R. Chapman. 2000. Embryo and seed coat factors produce seed dormancy in cape weed (Artctotheca calendula). Aust. J. Agric. Res.51:849-854.

El-Siddig, K., G. Ebert, P.Lodders. 2001. A Comparison of Pretreatment Methods for Scarification and Germination of Tamarindus indica L. Seeds. Seed Sci Technol. 29:271-274.

Miao, Z.H., J.A. Fortune., J. Gallagher. 2001. Anatomical structure and nutritive value of lupin seed coats. Aust. J. Agric. Res. 52:985-993.

Morris, E.C. 2000. Germination response of seven east Australian Grevillea species (Proteaceae) to smoke, heat exposure and scarification. Aust. J. Bot. 48:179-189.


Sahupala, A. 2007. Teknologi Benih. Prosiding Pelatihan Penanaman Hutan di Maluku dan Maluku Utara-Ambon. Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura, Ambon.

Shephard, H.L., R.E.L. Naylor, 1996.  Effect of seed Shephard, H.L., R.E.L. Naylor, 1996.  Effect of seed sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Seeds.Ann. Appl. Biol. 129:125-136.

Street, H.E., H. Opik. 1985. The Physiology of  Flowering Plants: Their Growth and Development. Edward Arnold Ltd. Melbourne.

Widyawati, N., Tohari, P. Yudono, dan I. Soemardi. 2009. Permeabilitas dan Perkecambahan Benih Aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). J. Agron. Indonesia 37 (2): 152-158.

























LAMPIRAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kadar Air Awal dan Waktu Imbibisi pada Tiap Jenis Benih
Jenis Benih
Waktu Imbibisi
0
15
30
45
1
2
3
4
μ
1
2
3
4
μ
1
2
3
4
μ
1
2
3
4
μ
Kedelai
0.64
0.60
0.52
0.62
0.60
0.97
0.90
0.78
0.91
0.89
0.01
0.93
0.82
0.96
0.68
1.04
0.95
0.85
1.09
0.98
Jagung
1.24
1.10
1.11
1.10
1.14
1.36
1.20
1.21
1.17
1.24
1.38
1.27
1.24
1.21
1.28
1.39
1.32
1.27
1.24
1.31
Kacang Tanah
2.23
2.61
2.42
2.46
2.43
2.34
2.78
2.53
2.56
2.55
1.45
2.89
2.64
2.71
2.42
2.52
3.01
2.75
2.81
2.77

Jenis Benih
KA Awal




1
2
μ


Kedelai
10.6
10.7
10.65


Jagung
12.8
13.6
13.2


Kacang Tanah
11
11.3
11.15



Perhitungan Laju Imbibisi
v = (t4- t1)/t
v kedelai = 0.0084
v jagung = 0.0038
v kacang tanah = 0.0076

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik.

Baca juga

Kerja Sambilan Mudah dan Halal di Survei Online Berbayar #1

Mendapatkan bayaran dari mengisi survei sudah bukan hal asing . Lebih dari 70% orang online untuk mengisi survei . Mereka biasanya menj...