Yogyakarta kini semakin besar. Demikian pula
besarnya masalah daya dukung lingkungan yang dihadapi. Pada puncak musim hujan
yang lalu genangan setinggi paha orang dewasa (yang mungkin lebih tepat disebut banjir)
terjadi pada banyak titik. Pada kawasan padat bangunan, genangan juga dapat
ditemui hampir di setiap halaman rumah dan toko. Genangan bahkan sampai
mengakibatkan kemacetan yang cukup panjang dan kesemrawutan lalu lintas di
beberapa titik padat jalanan. Berdasarkan laporan Tempo.co1),
sejumlah ruas jalan di Kota Yogyakarta juga sempat lumpuh. Misalnya jalan
Jogja-Solo, Jalan Monumen Jogja Kembali, Jalan Kolombo, Jalan Kaliurang, dan
Ring Road sisi utara. Pengalaman seperti ini sudah mulai dirasakan warga sejak
musim hujan dua tahun lalu. Sedangkan lima tahun lalu, genangan masih bisa
diabaikan. Apa yang terjadi?
Sebagai
pendatang yang jatuh hati pada kenyamanan Yogyakarta, kami tidak rela kota ini
akan menjadi semengerikan Jakarta. Maka dari itu, kami sangat berharap agar
pemerintah daerah tidak hanya sibuk membangun gedung-gedung dan jalan baru yang
megah, melainkan juga membenahi infrastruktur lama beserta manajemen dan draenasenya.
Artikel ini, semoga dapat membuka mata pemerintah dan juga masyarakat mengenai
penyebab timbulnya masalah banjir dan genangan yang tidak pada tempatnya.
“Ada permasalahan serius dalam sistem draenase di Yogyakarta yang jika tidak benar-benar dibenahi dapat menyebabkan peningkatan volume banjir dari tahun ke tahun.” |
Menurut sebagian informasi yang kami dapatkan,
banjir di Yogyakarta diakibatkan oleh infrastruktur sungai yang buruk2).
Ada tujuh sungai di Yogyakarta yang masih perlu dibenahi, namun pemerintah
daerah merasa tidak cukup mampu menanganinya sendiri. Selain itu, banjir tidak
hanya ditimbulkan dari luapan air sungai saja, melainkan juga bisa terjadi
karena sumbatan saluran pembuangan3).
Sedangkan menurut BMKG4),
terdapat potensi banjir di wilayah perkotaan ketika puncak musim hujan, yang
mana curah hujan bisa mencapai lebih dari 100 milimeter (mm) per hari atau dua
kali lipat dibanding curah hujan pada pertengahan Januari sebelum puncak musim
hujan. Ketiga sumber permasalahan tersebut memang tidak bisa dipungkiri. Adalah
pelajaran yang sudah kita pahami bersama bahwa “air mengalir dari tempat tinggi
ke tempat yang rendah”. Maka ketika air tidak mengalir (menggenang), masalah mungkin terjadi pada salah satu atau
ketiga instrumen ini:
1. Sumber
air. Air yang menyebabkan genangan mungkin merupakan kiriman yang bersumber
dari daerah yang lebih tinggi seperti Kaliurang, atau curah hujan yang terlalu
tinggi sehingga saluran dan penampungan tidak mampu menampung.
2. Penampungan.
Penampungan air dalam skala makro dapat berupa area resapan, waduk atau embung.
Sedangkan dalam skala mikro penampungan tersebut bisa berupa septik tank, sumur
resapan, atau kolam.
3. Saluran
air. Di kota ataupun di desa, keberadaan/ketiadaan dan kondisi saluran air
lebih sering menjadi penyebab luapan air dan genangan. Kesalahan sistem dan
minimnya perawatan mungkin mengakibatkan saluran tidak berfungsi normal.
Untuk mengetahui secara langsung penyebab banjir
dari faktor ketiga yang terkait langsung dengan perilaku penggunanya, Sabtu
lalu (17/5) kami memulai penelusuran jejak di sekitar kawasan UGM. Penelusuran
yang dilakukan menjelang tengah malam tersebut mendapati bahwa sebagian besar
aktivitas masyarakat di sekitar saluran air adalah pedagang makanan atau
angkringan. Diduga, pedagang sengaja mencari lokasi berdagang dekat dengan
saluran air agar mudah membuang sisa-sisa. Nyatanya benar saja, kami mendapati beberapa
pedagang yang sengaja membakar sampah di saluran air. Sayangnya saat itu kami
tidak membawa kamera. Maka kami pun mencari bukti aktivitas itu pada
penelusuran hari berikutnya. Berikut beberapa hasil dokumentasi kondisi saluran
air yang buruk akibat minimnya perawatan dan penggunaan yang tidak
bertanggungjawab sekitar kampus UGM Yogyakarta.
Lubang draenase yang sengaja disumbat |
Saluran draenase yang tidak terawat dan sampah yang sengaja dibuang ke dalamnya |
Selokan buntu - konstruksi yang aneh |
Tanda pangkalan pedagang - colokan steker di pagar |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik.