Cabai
merupakan salah satu komoditas sayuran yang terpenting di Indonesia. Cabai yang
dibudidayakan secara luas di Indonesia termasuk spesies Capsicum annuum
L. (misalnya cabai besar dan cabai keriting) dan C. frutescens L.
(misalnya cabai rawit).
Salah
satu penyakit utama pada pertanaman cabai adalah antraknosa atau pathek yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum
capsici. Pada kondisi lingkungan
yang optimum bagi perkembangan patogen, antraknosa dapat menghancurkan seluruh
areal pertanaman cabai (Prajnanta, 1999). Penyakit antraknosa sukar
dikendalikan karena infeksi patogennya bersifat laten dan sistemik, penyebaran
inokulum dilakukan melalui benih (seed borne) atau angin serta dapat
bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit. Serangan patogen antraknosa pada fase
pembungaan menyebabkan persentase benih terinfeksi tinggi walaupun benih tampak
sehat. Cendawan C. capsici dapat menyerang inang pada segala fase
pertumbuhan (Sinaga, 1992).
Oleh
karena itu, upaya yang paling mudah dan murah untuk mencegah penyakit
antraknosa pada pertanaman cabai adalah dengan menjaga kesehatan benih dan
menerapkan metode enhancement. Salah satu metode enhancement menurut Copeland dan McDonald (1995) adalah Seed coating, yakni
metode untuk memperbaiki mutu benih menjadi lebih baik dengan penambahan bahan
kimia pada coating yang dapat mengendalikan dan meningkatkan perkecambahan.
Ilyas (2003) menambahkan bahwa penggunaan seed coating dalam industri
benih sangat efektif karena dapat memperbaiki penampilan benih, meningkatkan
daya simpan, mengurangi risiko tertular penyakit dari benih di sekitarnya, dan
dapat digunakan sebagai pembawa zat aditif, misalnya antioksidan, anti mikroba,
repellent, mikroba antagonis, zat pengatur tumbuh dan lain-lain.
Praktikum Patologi Benih acara 6 dengan judul Perlakuan Benih Cabe Keriting dilaksanakan pada tanggal 28 November-5 Desember
2012 di Laboratorium Klinik Tumbuhan,
Jurusan Ilmu
Hama dan
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Alat dan bahan yang digunakan adalah benih cabai, pot, nampan, dan media tanam. Peralatan yang digunakan antara lain timbangan digital, kompor,
panci, kain kasa, tali, plastik, petridish. Bahan yang digunakan yaitu benih
cabe sachet dari toko pertanian dan Dithane.
Semua benih dicuci dengan aquades dan ditiriskan. Langkah kerjanya untuk perlakuan
fisis pertama-tama memilih biji yang baik secara visual. Kemudian memanaskan
air dalam panci hingga suhunya 50-55ÂșC. Benih dimasukkan ke dalam kain kasa dan
diikat dengan tali, lalu dipanaskan dalam air selama 15 menit. Setelah itu benih
ditiriskan sebentar. Untuk perlakuan khemis, 1 gram benih dibalur dengan
Dithane 75 x 10-4 gram. Benih kontrol dan benih yang sudah diberi perlakuan
ditanam pada media agar dengan dua ulangan dan satu kontrol yang tidak diberi
perlakuan. Benih diinkubasi selama 7 hari dan dicatat hasil pengamatan jumlah
benih yang berkecambah serta gejala patogennya pada hari ke 8.
Perlakuan
benih adalah salah satu cara untuk menjaga kesehatan benih hingga rentang waktu
tertentu. Perlakuan benih biasanya dibagi menjadi dua macam, yaitu perlakuan
fisik dan kimia. Perlakuan fisik dengan pemanasan dilakukan untuk membunuh
mikroorganisme patogen dan mengembalikan vigor benih seperti saat awal benih
dipanen.
DAFTAR PUSTAKA
Copeland, L.O.,
M.B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and Technology, 3rd edition. Chapman
and Hall, New York.
Ilyas, S. 2003.
Teknologi Pelapisan Benih. Makalah Seminar Benih Pellet. Fakultas Pertanian.
IPB, Bogor.
Prajnanta, F. 1999.
Agribisnis Cabai Hibrida. Cetakan
ke-6. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sinaga, M. S.
1992. Kemungkinan Pengendalian Hayati Bagi Colletotrichum capsici (Syd)
Bult. Et Bisby Penyebab Antraknosa pada Cabai. Laporan Akhir: Penelitian
Pendukung PHT dalam Rangka Pelaksanaan Program Nasional Pengendalian Hama
Terpadu. Kerjasama Proyek Prasarana Fisik Bappenas dengan Fakultas Pertanian.
IPB, Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik.