Metode deteksi virus umumnya menggunakan metode teknik Enzyme
linked immunosorbent assay (ELISA) dan reverse transcription polymerase
chain reaction (RT-PCR). ELISA didasarkan pada penggunaan antibodi yang
didapatkan dari hewan untuk mengenali protein virus. Metode ini telah lama
digunakan untuk pengujian virus tanaman karena kemudahan dan sensitivitasnya
yang cukup baik. Meskipun demikian metode ini mempunyai kelemahan yaitu,
kemungkinan terjadinya reaksi silang dengan protein tanaman (Webster et al.
2004). Teknik RT-PCR didasarkan pada pendeteksian RNA virus. Teknik ini
memiliki keunggulan dibandingkan dengan ELISA karena memiliki spesifitas dan
sensitivitas yang lebih baik (Henson & French 1993). Namun di balik keunggulannya metode RT-PCR juga
memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah keberadaan senyawa inhibitor
pada ekstrak RNA total tanaman yang dapat mempengaruhi proses amplifikasi DNA
target (Narayanasamy 2008).
Selain
teknik RT-PCR dan Elisa deteksi virus pathogen juga dapat dilakukan dengan
Teknik sintesis dan amplifikasi fragmen DNA secara in vitro yang dikenal
dengan Polymerase chain reaction (PCR) merupakan salah satu metode untuk
mengidentifikasi penyakit infeksi yang baru-baru ini banyak dikembangkan.
Metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metode diagnosis konvensional seperti
imunologi dan mikrobiologi. Patogen memiliki waktu generasi lama dan tidak
dapat dibiakkan secara in vitro atau patogen yang mirip dengan flora
normal sulit untuk dideteksi dengan cara mikrobiologi biasa. Sedangkan titer
antibodi tinggi tidak selamanya berbanding lurus dengan adanya infeksi aktif
(Retnoningrum 1997). Oleh karena itu perlu dilakukan deteksi virus penting yang
mungkin menyerang tanaman dengan metode PCR.
Virus patogen benih cabe yang akan dideteksi dalam praktikum ini adalah kelompok begomo virus. Praktikum Patologi Benih acara 4 dengan judul Deteksi Virus Patogen dengan Metode PCR ini dilaksanakan pada tanggal 14-28 November 2012 di Laboratorium Klinik Tumbuhan, Ilmu Hama da Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan adalah Cawan petri, Erlenmeyer, dan L-glass. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan antara lain sampel daun dari tanaman yang bergejala begomo virus, nitrogen cair, chloroform, etanol, isopropanol, dan Phytopure DNA extraction kit. Langkahnya terdiri dari tiga tahap, yaitu ekstraksi DNA total, PCR, kemudian visualisasi hasil PCR. Sintesis cDNA hanyadiperlukan jika virus patogen yang dicari asam nukleatnya berupa RNA. Sedangkan pada praktikum ini virus yang dicari adalah dari jenis begomo virus yang asam nukleatnya berupa DNA.
Virus patogen benih cabe yang akan dideteksi dalam praktikum ini adalah kelompok begomo virus. Praktikum Patologi Benih acara 4 dengan judul Deteksi Virus Patogen dengan Metode PCR ini dilaksanakan pada tanggal 14-28 November 2012 di Laboratorium Klinik Tumbuhan, Ilmu Hama da Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan adalah Cawan petri, Erlenmeyer, dan L-glass. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan antara lain sampel daun dari tanaman yang bergejala begomo virus, nitrogen cair, chloroform, etanol, isopropanol, dan Phytopure DNA extraction kit. Langkahnya terdiri dari tiga tahap, yaitu ekstraksi DNA total, PCR, kemudian visualisasi hasil PCR. Sintesis cDNA hanyadiperlukan jika virus patogen yang dicari asam nukleatnya berupa RNA. Sedangkan pada praktikum ini virus yang dicari adalah dari jenis begomo virus yang asam nukleatnya berupa DNA.
Metode ekstraksi DNA dilakukan
dengan cara sebagai berikut: Sampel jaringan daun yang telah dicuci dengan
chloroform 0,1 g ditambah 600 µl reagent1. Kemudian ditambah 200 µl
reagent2 dan dikocok bolak-balik. Campuran sampel tersebut
diinkubasi 65ºC selama 10 menit dalam water bath, setelah itu disimpan di dalam
es selama 20 menit (di luar freezer). Sembari menunggu, 500 µl kloroform yang
disimpan dalam suhu -20ºC ditambahkan 100 µl nucleon phytopure DNA, divortex
selama 10 menit, disentrifuge 1300g (4300rpm) 10 menit, setelah itu lapisan
bagian atas sampel yang sudah terpisah dipindahkan ke tube baru. Setelah
dipindahkan, sampel ditambah isopropanol dingin (divortex sampai bercampur), disentrifuge
pada 4000g (12000rpm) 15 menit, lalu cairan dibuang dan dan endapan yang
dihasilkan ditambah 70% etanol dingin, disentrifuge pada 4000g (12000rpm) 5
menit, lalu cairan dibuang kembali dan keringkan hingga. Setelah DNA hasil
ekstraksi benar-benar kering, kemudian disuspensikan dengan TE Buffer.
Bahan-bahan yang
digunakan untuk proses PCR yaitu MMR 7,5µl, Primer 1 0,6 µl, Primer 2
0,6 µl, ddH2O 9 µl, dan DNA hasil ekstraksi
sebanyak 1
µl. Proses amplifikasi
DNA dalam PCR melalui empat tahapan siklus thermal, yaitu denaturasi 65ºC
selama 10 menit, annealing 50ºC selama 60 menit, ekstensi 85ºC selama 5 menit,
dan ekstensi akhir 4ºC.
Hasil amplifikasi kemudian
divisualisasi menggunakan gel agarosa konsentrasi 1,5% dalam bufer TAE,
menggunakan voltase 75 volt selama 65 menit, dan direndam dalam etidium bromida
konsentrasi 10% selama 30 menit.
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Gejala Tanaman Terserang Begomovirus yaitu helai daun tampak kuning
(vein clearing), tulang daun menebal,
helai daun menggulung ke atas (cupping),
pada gejala lanjut daun-daun muda menjadi kecil-kecil dan tanaman menjadi
kerdil.
Gambar 1. Tanaman cabe bergejala begomo virus
Secara umum, teknik PCR ini
didasarkan pada amplifikasi fragmen DNA spesifik di mana terjadi penggandaan
jumlah molekul DNA pada setiap siklusnya secara eksponensial dalam waktu yang
relatif singkat. Teknik ini sangat ideal untuk mengidentifikasi patogen dengan
cepat dan akurat. Secara umum proses ini dapat dikelompokkan dalam tiga tahap
yang berurutan yaitu denaturasi templat, annealing (penempelan) pasangan
primer pada untai tunggal DNA target dan extension (pemanjangan atau
polimerisasi), sehingga diperoleh amplifikasi DNA antara 106-109 kali (Watson et
al, 1992). Tujuan dari PCR ini adalah agar genom dari DNA sampel dapat
teridentifikasi pada proses selanjutnya. Dalam praktikum ini setelah PCR
kemudian DNA di-running dengan metode
elektroforesis gel agarose.
Pada saat elektroforesis, molekul-molekul
DNA dipisahkan berdasarkan tingkat migrasinya dalam medan listrik. DNA yang
bermuatan negatif dilewatkan dalam medium gel agarose fase diam, kemudian
dialiri arus listrik. Molekul DNA tersebut bergerak dari kutub negatif ke kutub
positif. Kecepatan gerakan molekul-molekul tersebut tergantung pada nisbah
muatan terhadap massa molekulnya, serta bentuk molekulnya berdasarkan gaya
Lorentz. Dengan demikian, hasil dari elektroforesis ini adalah fragmen-fragmen
DNA murni. Titik terjauh migrasi dari DNA yang di running mengindikasikan banyaknya pasangan basa penyusunnya.
Sehingga bila jarak migrasi sampel DNA yang diidentifikasi tidak sama dengan
jarak migrasi marker berarti tidak terdapat patogen yang dicari pada sampel
tersebut. Demikian pula sebaliknya jika jarak migrasi sampel DNA sama dengan
marker maka berarti terdapat patogen yang dicari dalam sampel.
Gambar 2. Visualisasi hasil PCR dengan gel elektroforesis
Meskipun tanaman tampak bergejala begomo virus, namun visualisasi hasil PCR dengan gel elektroforesis menunjukkan tidak adanya gejala
virus tersebut. Jarak migrasi sampel DNA tidak sesuai dengan markernya.
Sehingga ada kemungkinan virus yang menyerang tanaman cabe tersebut bukan
begomo virus. Hasil elektroforesis yang tidak bersih menunjukkan bahwa
ekstraksi DNA sebenarnya belum tuntas. Untuk mendapatkan hasil yang akurat
sebaiknya dilakukan ekstraksi DNA dan PCR ulang.
KESIMPULAN
Prinsip dasar teknik PCR adalah
amplifikasi fragmen DNA spesifik dalam waktu yang relatif singkat. Tujuannya adalah
agar genom dari DNA sampel dapat teridentifikasi pada proses selanjutnya. Dalam
praktikum ini, setelah PCR kemudian DNA di-running
dengan metode elektroforesis gel agarose. Dengan teknik PCR ini tidak terdeteksi adanya begomo virus pada
tanaman cabe sampel yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Watson, J.D., Gilman, M., Witkowski, J.
& Zaller, M. 1992. Recombinant DNA. New York: WH
Freeman.
Webster C G, Wylie1 S J, Jones M
G K. 2004. Diagnosis of plant viral pathogens. Current Science 12:1604-1607.
Henson M J, French R. 1993. The
polymerase chain reaction and plant disease diagnosis. Annu. Rev.
Phytopathol. 31: 81-109.
Narayanasamy P. 2008. Molecular
Biology in Plant Pathogenesis and Disease Management. Coimbatore: Springer.
Retnoningrum, D.S. 1997.
Penerapan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk diagnosis penyakit
infeksi. Jurusan Farmasi FMIPA. Bandung: ITB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik.