Diagnosis penyakit yang
disebabkan bakteri dan identifikasi bakteri penyebabnya terutama didasarkan
pada gejala penyakit, terdapatnya bakteri dalam jumlah besar secara terus
menerus pada daerah terserang, dan tidak terdapat patogen lain di tempat
tersebut. Telah tersedia medium selektif untuk pemeliharaan secara selektif
untuk hampir semua jenis bakteri patogenik tumbuhan yang bebas dari saprofit
umum, sehingga dapat diidentifikasi sampai tingkat genus bahkan sampai tingkat
spesies (Agrios, 1996).
Kesehatan benih terutama ditujukan pada
ada atau tidaknya penyakit yang disebabkan oleh organisme, seperti jamur,
bakteri dan virus dan hama, seperti ulat dan serangga tetapi kondisi fisiologi
juga dapat menjadi penyebabnya. Pengujian mengenai ada atau tidaknya organisme
terbawa benih harus dilakukan dengan metode yang berdasarkan pada penelitian
yang dapat diterima secara internasional (Mathur et al., 2003).
Pseudomonas syringae adalah bakteri gram negatif, aerobik, berbentuk batang, dan memiliki flagela polar. Secara biokimia, bakteri ini dapat diuji dengan menggunakan uji oksidase dan arginin hidrosilase yang akan menunjukkan hasil negatif. P. syringae merupakan mikroorganisme yang terdapat dalam setiap kubik udara (40 mikroorganisme/ kubik) dan memiliki 58-60% GC (guanin-sitosin). P. syringae dapat ditemukan pada tanaman, tanah, dan udara, tapi umumnya memiliki habitat pada permukaan daun berbagai tanaman sehingga termasuk bakteri filosfer dan merupakan patogen pada beberapa spesies tanaman tertentu (Sundin et al., 1994).
Pseudomonas syringae adalah bakteri gram negatif, aerobik, berbentuk batang, dan memiliki flagela polar. Secara biokimia, bakteri ini dapat diuji dengan menggunakan uji oksidase dan arginin hidrosilase yang akan menunjukkan hasil negatif. P. syringae merupakan mikroorganisme yang terdapat dalam setiap kubik udara (40 mikroorganisme/ kubik) dan memiliki 58-60% GC (guanin-sitosin). P. syringae dapat ditemukan pada tanaman, tanah, dan udara, tapi umumnya memiliki habitat pada permukaan daun berbagai tanaman sehingga termasuk bakteri filosfer dan merupakan patogen pada beberapa spesies tanaman tertentu (Sundin et al., 1994).
Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif
adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel
dan membran sitoplasma organisme gram positif, sedangkan penyingkiran
zat lipida dari dinding sel organisme gram negatif dengan pencucian
alkohol memungkinkan
hilang dari sel. Bakteri gram positif memiliki membran tunggal yang dilapisi peptidoglikan yang tebal
(25-50nm) sedangkan bakteri negatif lapisan peptidoglikogennya tipis (1-3 nm). Banyak spesies
bakteri gram-negatif yang bersifat patogen, yang berarti mereka berbahaya bagi organisme
inang. Sifat patogen ini umumnya berkaitan dengan komponen tertentu pada dinding sel gram-negatif,
terutama lapisan lipopolisakarida (dikenal juga dengan LPS atau endotoksin) (Buck, 1982).
Uji patogenisitas dilakukan pada bibit jagung rentan (varietas Arjuna) berumur 8 hari. Batang diinokulasi dengan suspensi bakteri 108 CFU/ml. Pengukuran kerapatan sel bakteri dalam suspensi menggunakan metode turbidimetrik dengan bantuan spektofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Gejala water soaking akan muncul setelah 3 hari dan tanaman akan layu antara 5-8 hari setelah inokulasi. Inokulasi bakteri dilakukan sampai pada pembuluh xylem terutama pada bagian petiole, batang atau akar. Hasil pengujian reaksi hipersensitif pada daun tembakau dari isolat Pnss memperlihatkan bahwa gejala nekrotik muncul 2 x 24 jam, dimana gejala awal ditandai dengan adanya bercak kebasah-basahan (water soaking), sedangkan dari uji patogenisitas yang menggunakan varitas jagung rentan, gejala pada daun muncul pada hari ke 7 (Rahma dan Khairul, 2009).
Uji patogenisitas dilakukan pada bibit jagung rentan (varietas Arjuna) berumur 8 hari. Batang diinokulasi dengan suspensi bakteri 108 CFU/ml. Pengukuran kerapatan sel bakteri dalam suspensi menggunakan metode turbidimetrik dengan bantuan spektofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Gejala water soaking akan muncul setelah 3 hari dan tanaman akan layu antara 5-8 hari setelah inokulasi. Inokulasi bakteri dilakukan sampai pada pembuluh xylem terutama pada bagian petiole, batang atau akar. Hasil pengujian reaksi hipersensitif pada daun tembakau dari isolat Pnss memperlihatkan bahwa gejala nekrotik muncul 2 x 24 jam, dimana gejala awal ditandai dengan adanya bercak kebasah-basahan (water soaking), sedangkan dari uji patogenisitas yang menggunakan varitas jagung rentan, gejala pada daun muncul pada hari ke 7 (Rahma dan Khairul, 2009).
Ketika bakteri hidup disuntikan ke
dalam mesofil daun dari tanaman yang tidak sesuai pada konsentrasi sekitar 108
cell/ml, nekrotik dengan cepat berkembang dan saling bertemu dalam waktu 8-12
jam setelah inokulasi. Respon yang cepat ini disebut dengan Hypersensitive reaction (HR). Kekhasan
dari HR (Hypersensitive reaction)
biasanya disebabkan oleh bakteri hidup. Prosesnya terdiri dari 3 tingkatan :
3-4 jam waktu induksi, 4-5 jam periode latent, dan 1-2 jam periode runtuhnya
jaringan (Goto, 19992).Praktikum
Acara III
dengan judul Deteksi Bakteri Patogen Benih Cabe Keriting (Capsicum annum var Longum) ini dilaksanakan pada tanggal 24-30 Oktober 2012
di Laboratorium Klinik Tumbuhan, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Alat dan bahan yang digunakan adalah cawan
petri, benih cabe keriting (Capsicum
annum var Longum), dan PDA (Potato Dextrose Agar).
Pada praktikum ini, terdapat 2 tahap,
yang pertama adalah tahap suspensi, kemudian tahap pengenceran. Pengamatan
dilakukan setelah masa inkubasi 48 jam. Lalu di uji hipersensitif dengan
disuntikkan suspensi hasil pengenceran (10-3) ke daun tanaman
tembakau. Untuk tahap pertama, yaitu tahap suspensi, pertama dilakukan
perendaman 1000 biji cabe keriting (Capsicum
annum) dengan 59,69 ml air, kemudian digojok selama 30 menit dan
diinkubasikan selama 24 jam. Setelah inkubasi selesai, didapatkan suspensi
bakteri yang kemudian diencerkan sampai 10-5 (5 x pengenceran). Setelah diencerkan sebanyak 5x pengenceran,
di ambil sebanyak 1 ml pada pengenceran 10-3-10-5 dan
dituangkan kedalam medium PDA, diratakan dengan L-glass. Setelah itu
diinkubasikan selama 2x24 jam, dan amati pertumbuhan koloni bakteri setelah
diinkubasi. Lalu di pindahkan ke agar miring isolat bakteri tersebut.
Langkah kerja berikut adalah uji
Hipersensitif. Pada langkah uji pertama, isolat bakteri dari benih cabe (Capsicum annum)
diperoleh dari seri pengenceran
10-3, 10-4, dan 10-5. Masing-masing isolat
dibuat suspensi bakteri dengan menambahkan air steril. Dengan alat suntik tanpa
jarum, suspensi bakteri diambil kemudian diinfitrasikan ke dalam lamina daun
tanaman indikator (tembakau) melaui permukaan bawah daun. Untuk kontrol
digunakan air steril. Setelah itu diinkubasikan selama 24 jam dan kemudian
diamati gejala kematian jaringan (bercak nekrosis) pada tempat infiltrasi
suspensi bakteri. Uji Hipersensitif positif jika pada tempat infiltrasi
tersebut terdapat gejala nekrotik dan uji Hipersensitif negatif jika pada
tempat infiltrasi tidak terdapat kematian jaringan.
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Cabe (Capsicum annum var longum) merupakan
salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di
Indonesia. Cabe merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang
memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Secara umum cabe memiliki banyak kandungan
gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium,
vitamin A, B1 dan vitamin C. Pada umumnya kandungan gizi tersebut merupakan
salah satu nutrisi yang dibutuhkan cendawan amaupun bakteri. Oleh karena itu
tanaman dapat terserang oleh patogen-patogen berupa cendawan maupun bakteri.
Tidak lain hal pada bagian-bagian tertentu tanaman, seperti benih, daun,
batang, perakaran, bahkan tunas. Pada praktikum ini ditelaah mengenai deteksi
patogen benih pada tanaman cabe keriting (Capsicum
annum) yang menyebabkan tidak tumbuhnya benih atau penyebab mati tanaman.
Berdasarkan
hasil pengamatan (Tabel 1.), terdeteksi adanya bakteri pada suspensi benih yang
di inkubasikan. Bakteri tersebut terdeteksi pada medium PDA yang memiliki
berbagai macam bentuk koloni dan warna. Namun, setelah di infiltrasikan ke daun
tembakau, tidak menunjukkan adanya gejala patogenitas terhadap tanaman,
terutama pada bagian infiltrasi pada daun. Salah satu uji syarat utama bakteri untuk dijadikan sebagai agensi
biokontrol adalah tidak menimbulkan pengaruh negatif atau fitotoksitas. Uji
hipersensitif ini menggunakan daun tanaman tembakau karena tanaman ini
merupakan tanaman model yang telah diketahui secara lengkap sekuen gennya
termasuk gen yang menyandikan resistensi tanaman, juga ruang di antara pembuluh
daunnya lebar sehingga relatif mudah untuk menginfiltrasikan suspensi isolat.
Isolat yang menghasilkan reaksi hipersensitif positif berarti bersifat
patogenik. Sehingga tidak dapat digunakan sebagai agens biokontrol. Uji hipersensitif
ini selain untuk mengetahui bakteri sebagai agensi biokontrol dan bersifat
virulen, yaitu sebagai uji aktivitas produksi senyawa anti bakteri oleh tanaman
model.
Tabel 1. Hasil uji hipersesitif pada
tanaman tembakau
Koloni awal
|
Hasil uji hipersensitif
|
Putih Gerigi
|
0
|
Putih Bulat I
|
0
|
Putih
|
0
|
Putih Kekuningan
|
0
|
Putih Bulat II
|
0
|
Putih Bergaris
|
0
|
Uji
patogenisitas bertujuan untuk melihat apakah hasil isolasi bakteri menunjukkan
gejala penyakit yang khas saat diinokulasikan pada tanaman inang atau tidak. Reaksi hipersensitif meliputi hilangnya permeabilitas membran sel, meningkatnya respirasi, akumulasi dan oksidasi senyawa fenol
dan pembentukan senyawa fitoaleksin. Pada infeksi daun oleh bakteri,
reaksi hipersensitif menyebabkan hancurnya semua membran seluler dari sel yang
kontak dengan bakteri, dan kemudian diikuti dengan pengeringan dan nekrosis
jaringan daun yang terserang bakteri tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan
pada tabel 1., bakteri yang terdeteksi dapat dikatakan tidak lain adalah
bakteri yang tidak bersifat patogen dan dapat pula dikatakn sebagai bakteri
yang ersifat patogen.
Untuk pernyataan yang
pertama, disebabkan karena setelah dilakukan infiltrasi ke tanaman tembakau
melalui daun, tidak menunjukkan adanya gejala patogenitas, melainkan tanaman
tumbuh menjadi subur. Jika dilihat berdasarkan pernyataan yang kedua, besar
kemungkinan tanaman tembakau yang diinfiltrasikan suspensi bakteri hasil
pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5 telah
menghasilkan senyawa antibakteri yang menyebabkan bakteri tidak bersifat
patogen, melainkan bakteri mengalami kematian. Dari kedua pernyataan tersebut
belum dapat ditentukan mana yang lebih akurat pernyataannya. Hal ini dapat
dijadikan suatu pembahasan lebih lanjut dalam hal pendeteksian bakteri
menggunakan uji perlakuan lainnya. Kemungkinan tidak terjadinya gejala nekrotik
pada sebagian tanaman indikator tersebut dapat juga disebabkan masa inkubasi
yang kurang lama jadi gejala yang diinginkan belum terbentuk, atau pertumbuhan
bakteri telah terhambat atau terhenti pada pengenceran 10-3 atau
pengenceran lainnya.
KESIMPULAN
- Dari isolasi hasil pengenceran suspensi bakteri diketahui adanya bakteri pada benih cabe keriting sachet yang diperoleh dari toko pertanian.
- Uji Hipersensitivitas dilakukan untuk mengetahui sifat patogenitas bakteri yang terdeteksi dari metode pengenceran. Hasil uji hipersensitif menunjukkan bahwa bakteri yang terdeteksi pada benih bukan merupakan bakteri yang patogenik pada tanaman.
Buck, J. D. 1982. Non staining KOH method for determination of gram reaction of marine bacteria. Applied and Environtmental Microbiology 44: 992-993.
Goto, M. 1992. Fundamentals of Bacterial Plant Pathology. Academic Press Inc., California.
Mathur, S. B. and O. Kongsdal. 2003. Common Laboratory Seed Health Testing Methods for Detecting Fungi. ISTA, Copenhagen.
Rahma, H. dan U. Khairul.
2009 . Analisis Keragaman Fisiologis dan Molekular
Bakteri Penyebab Layu Stewart: Penyakit Baru Pada Tanaman Jagung di Indonesia
dan Pengelolaanya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas. Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang.
Sundin, G.W., D.H. Demezas and C.L. Bender. 1994.
Genetic and plasmid diversity within natural populations of Pseudomonas
syringae with various exposures to copper and streptomycin bactericides.
Appl. Environ. Microbiol. 60: 4421-4431.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik.