Teknologi awal yang digunakan dalam pemuliaan tanaman adalah dengan persilangan tanaman. Persilangan tanaman tersebut dalam perkembangannya telah melahirkan teknik penyilangan yang dikenal dengan teknik hibridisasi. Praktikum dasar-dasar pemuliaan tanaman ini dilaksanakan dengan maksud untuk mengetahui teknik kastrasi dan hibridisasi serta aplikasinya di lapangan. Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 13-27 Mei 2011 di Kebun Percobaan Banguntapan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kastrasi dilakukan dengan metode, clipping dan forcing. Kegagalan teknis hibridisasi dapat disebabkan oleh gagalnya proses kastrasi.
A. TUJUAN
Mengetahui teknik kastrasi dan hibridisasi serta aplikasinya di lapangan.
B. LATAR BELAKANG
Di alam bebas dapat terjadi penyerbukan silang berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang dilakukan secara spontan oleh kupu-kupu, lebah, angin, dan serangga lainnya. Terjadinya penyerbukan bebas secara alami tersebut tidak dapat diketahui dengan pasti apakah yang menjadi induk jantan maupun betina mempunyai sifat baik atau buruk. Sehubungan dengan kondisi tersebut maka kemudian manusia berusaha menyelenggarakan penyerbukan silang dengan sengaja antara dua jenis tanaman tertentu yang sifat-sifatnya telah diketahui dengan pasti dan tergolong jenis unggul.
Sebelum melakukan hibridisasi, untuk menghindari tanaman menyerbuk sendiri, terlebih dahulu dilakukan kastrasi. Kastrasi biasanya dilakukan dengan beberapa cara yaitu, clipping method, forcing method, sucking method, dan hot water treatment. Dengan hibridisasi diharapkan akan diperoleh varietas yang mempunyai perpaduan sifat kedua induknya, sehingga diharapkan akan dapat dihasilkan varietas unggul yang mempunyai produksi tinggi, tahan serangan hama dan penyakit, dan tahan kekeringan.
C. LANDASAN TEORI
Tiga fase penting dalam kegiatan pemuliaan tanaman, yaitu: (1) menciptakan keragaman genotip dalam suatu populasi tanaman, (2) menyeleksi genotip yang mempunyai gen-gen pengendali karakter yang diinginkan, dan (3) melepas genotipe/kultivar terbaik untuk produksi tanaman (Frey, 1983). Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar proses seleksi efektif dan efisien, yaitu: keragaman genetik, keragaman fenotipik, heretabilitas, korelasi dan pengaruh dan karakter-karakter yang erat hubungannya dengan hasil.
Pada awal tahun 1965, Bolton dan perhimpunannya mengamati bahwa fragment panjang dari DNA eukariotik dapat membentuk aggregate multimolekuler yang besar atau suatu jaringan kerja reasosiasi sebagian., dan mereka menyimpulkan bahwa sekuen berulangnya bertanggung-jawab untuk pasangan dasar dibawah kondisi mereka harus dihamburkan keseluruh genomnya (Rubenstein et al., 1980).
Penyerbukan sendiri dan penyerbukan bersilang yang berlanjut dengan pembuahan akan menghasilkan komposisi genetic keturunan yang berbeda. Pada tanaman penyerbuk sendiri yang berlanjut dengan pembuahan secara terus-menerus, populasi generasi-generasi berikutnya cenderung mempunyai tingkat homozigot yang semakin besar, jadi populasi tanaman cenderung merupakan kumpulan suatu lini murni. Sedangkan pada tanaman penyerbuk silang dikenal adanya perkawinan acak. Perkawinan acak merupakan suatu perkawinan dimana setiap individu dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk kawin dengan individu lain dalam populasi tersebut (Hardjowigeno, 2003).
Pada umumnya maksud dari penyerbukan silang adalah untuk memperoleh jenis-jenis tanaman batu yang memiliki sifat-sifat (Darjanto dan Satifah, 1982):
1. Tumbuhnya tanaman lebih cepat, dapat lekas menjadi besar dan lebih kuat.
2. Hasilnya dapat dipungut dalam waktu yang lebih pendek.
3. Produksinya setiap tahun tetap baik atau lebih tinggi.
4. Kualitas hasil yang diperoleh lebih baik.
5. Tanaman lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
6. Tanaman dapat tumbuh baik di berbagai daerah.
7. Bentuk dan warna bunga lebih menarik.
Menurut Jennings et al (1979), teknik emaskulasi yang sederhana dan yang lebih efisien adalah membuka spikelet dan memindah anthera dengan tweezers atau vacuum.
Penyerbukan sendiri dan penyerbukan bersilang yang berlanjut dengan pembuahan akan menghasilkan komposisi genetic keturunan yang berbeda. Pada tanaman penyerbuk sendiri yang berlanjut dengan pembuahan secara terus-menerus, populasi generasi-generasi berikutnya cenderung mempunyai tingkat homozigot yang semakin besar, jadi populasi tanaman cenderung merupakan kumpulan suatu lini murni. Sedangkan pada tanaman penyerbuk silang dikenal adanya perkawinan acak. Perkawinan acak merupakan suatu perkawinan dimana setiap individu dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk kawin dengan individu lain dalam populasi tersebut (Hardjowigeno, 2003).
Menurut Poespodarsono (1988), tepung sari yang diambil untuk mencegah terjadinya penyerbukan sendiri dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Cara mekanis.
2. Menggunakan panas/bahan kimia.
3. Sterilisasi tepung sari.
Menurut Jennings et al (1979), teknik emaskulasi yang sederhana dan yang lebih efisien adalah membuka spikelet dan memindah anthera dengan tweezers atau vacuum.
Sebagai konsekuensi dari system reproduksi ini dan sejarah evolusi mengenai hal ini sebelumnya, setiap populasi pada tipe ini dipercaya untuk memiliki struktur genetic yang terpadu yang setidak-tidaknya dapat dirtetapkan sebagian dalam hal frekuensi system gen. populasi seperti ini telah dikenal oleh Dobzhansky (1951) sebagai “Suatu komunitas seksual reproduktif dan organisme pembuahan silang yang terbagi kedalam suatu gen pool” (Allard, 1966).
III. METODOLOGI
Praktikum acara II yang berjudul “Kastrasi dan Hibridisasi” dilaksanakan pada hari Jum'at tanggal 13-27 Mei 2011 di Kebun Percobaan Banguntapan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Alat- alat yang digunakan dalam praktikum yaitu pinset, pentil sepeda, kantong kertas, label, gunting. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tanaman padi (Oryza sativa).
Adapun cara kerja untuk pelaksanaan praktikum kali ini adalah pertama-tama dilakukan pemilihan induk tanaman, yakni tanaman dipilih yang sehat dan bisa mewakili varietas atau line yang digunakan, kemudian dipilih malai yang akan diserbuki, kemudian bunga dipilih yang cukup masak untuk disilangkan yaitu pada saat tinggi kepala sari kira-kira ditengah panjang bunga. Bunga yang tengah dan akan mekar dibuang. Kemudian yang kedua adalah perlakuan kastrasi dan hibridisasi yaitu setelah individu induk dipilih, maka daun benders dipotong untuk memudahkan persilangan, kemudian malai bagian atas dan malai bagian bawah dibuang untuk memudahkan kastrasi dan hibridisasi.
Untuk selanjutnya digunakan cara pertama: metode paksa (forcing method), caranya adalah bunga dibuka secara paksa secara hati-hati melalui lemma dan palea dengan pinset. Kedua ujung sekam dipegang dengan hati-hati. Setelah itu benang sari dari luar dibawa masuk kedalam bunga yang diemaskulasi, kemudian bunga ditutup kembali dan diberi pentil sepeda yang sudah dipotong kecil, dan terakhir diberi label.
Cara kedua yaitu dengan metode clipping: sepertiga atau setengah bagian dari pallea dan lemma dipotong hingga kepala sari kelihatan, bidang potong miring kearah lemma. Benang sari kemudian dibuang secara hati-hati dengan menggunakan pinset. Setalah itu bunga parental jantan dalam malai yang sudah membuka digoyang-goyangkan diatas bunga yang sudah dikastrasi. Setelah itu bunga ditutup dengan kantong kertas dan diberi label.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebutuhan akan pangan semakin hari semakin meningkat. Para pemulia tanaman telah berusaha mengembangkan teknologi dalam bidang pertanian untuk mendapatkan hasil yang terbaik pada varietas tanaman pangan. Salah satu teknologi yang sudah sangat populer saat ini, dan sangat membantu dalam peningkatan kualitas pangan di dunia adalah pembuatan varietas hibrida dari suatu tanaman. Varietas hibrida adalah varietas hasil persilangan dari dua tetua. Varietas ini mempunyai sifat heterosis, dan penampilannya lebih baik dibandingkan dengan penampilan rata-rata kedua orang tuanya. Pembuatan varietas hibrida ini didasarkan karena adanya penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu mengenai adanya kemunduran hasil dari tanaman yang melakukan penyerbukan sendiri (selfing). Galur inbred pada dasarnya sama dengan lini murni pada tanaman penyerbuk sendiri karena merupakan hasil pemilihan akhir dari proses seleksi tanaman hasil penyerbukan sendiri pada setiap generasi sampai diperoleh individu tanaman yang homozigot. Pada proses selfing yang dilakukan, keturunannya akan mengalami kemunduran dalam hal kegigasan atau vigor, berkurangnya ukuran standar normal, dan berkurangan tingkat reproduksi dibandingkan dengan tanaman tetuanya. Kemunduran sifat-sifat ini sering disebut adanya tekanan silang dalam. Kemunduran yang terjadi pada suatu galur inbred sebagai akibat proses selfing dari generasi ke generasi akan sembuh pada f1 bila dua galur inbred yang tidak berkerabat disilangkan. Hasil dari persilangan inilah yang disebut dengan varietas hibrida.
Dalam rangka mendapatkan varietas-varietas yang lebih baik atau unggul, para pemulia menggunakan teknik kastrasi yang dilanjutkan dengan hibridisasi sehingga didapatkan jenis baru yang memiliki sifat yang diinginkan. Metode kastrasi yang digunakan dalam hibridisasi tanaman padi pada acara praktikum ini adalah clipping method dan forcing method.
Kastrasi atau biasa disebut emaskulasi, adalah mengambil alat kelamin jantan sebelum pecahnya kepala sari. Sedangkan hibridisasi adalah menyilangkan dua tanaman atau lebih yang punya sifat genetis yang berbeda. Hibridisasi dapat dilakukan pada tanaman autogam maupun tanaman allogam. Pada tanaman autogam, dikarenakan bunganya merupakan bunga lengkap, maka sebelum dilakukan hibridisasi bunga harus dikastrasi terlebih dahulu dengan cara membuang benang sari tanaman tersebut. Sedangkan pada tanaman allogam, tidak perlu dilakukan kastrasi karena bunga jantan dan bunga betina letaknya terpisah. Tanaman padi merupakan tanaman autogam maka sebelum dilakukan hibridisasi harus dilakukan kastrasi terlebih dahulu agar tidak terjadi penyerbukan sendiri. Proses hibridisasi didahului dengan proses kastrasi maka untuk menghasilkan tingkat keberhasilan hibridisasi yang tinggi, proses kastrasi harus dilakukan dengan hati-hati terutama pada saat pollen diusahakan jangan sampai merusak struktur pollen bunga. Selain itu, tanaman yang akan dihibridisasi harus diambil dari varietas yang punya hubungan kekerabatan yang dekat dan tidak mempunyai sifat incompatibiltas.
Clipping Method merupakan metode yang dilakukan dengan cara memotong sebagian dari palea dan lemma sehingga kepala sari kelihatan. Bidang potong miring kebawah kearah lemma, kemudian benang sari dibuang menggunakan pinset. Setelah bunga pada satu malai selesai dikastrasi, selanjutnya malai dibungkus dengan kertas transparan dan penyerbukan dilakukan pada pagi harinya. Kantong kertas penutup malai dibuka lalu bunga lain yang telah mekar yang digunakan sebagai sumber pollen / pejantan digoyang-goyangkan didekat bunga yang telah dikastrasi tadi sehingga diharapkan pollen jatuh ke stigma dan penyerbukan terjadi. Kendala yang muncul dalam kastrasi menggunakan metode ini yaitu pada porsi pemotongan berpengaruh terhadap persentase jumlah biji padi. Pemotongan yang terlalu rendah dapat melukai stigma, tetapi jika pemotongan terlalau tinggi, emaskulasi menjadi sulit karena benang sari menjadi terlalu jauh dan pollen menjadi sulit untuk sampai ke stigma pada saat polinasi/ penyerbukan. Pemotongan miring kearah lemma menyebabkan benang sari yang berada didekat lemma menjadi lebih terbuka daripada benang sari yang berada di dekat palea sehingga pengambilan benang sari yang berada didekat palea menjadi lebih sulit karena benang sari tertutup palea. Pengambilan kepala sari yang didekat palea memerlukan kehati-hatian dan ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi kerusakan pada stigma, karena tinggi benang sari sama atau lebih rendah dari pada stigma dan keadaan benang sari yang tertutup palea. Malai yang telah diemaskulasi perlu dibungkus dengan kertas transparan agar lingkungan yang diharapkan menyerupai lingkungan saat putik terbungkus oleh lemma dan palea. Hal tersebut mempunyai tujuan untuk melindungi malai dari kondisi lingkungan yang dapat merugikan atau mengganggu prose emaskulasi. Kendala lain yang dihadapi jika menggunakan metode ini adalah biji yang tidak tertutup penuh oleh lemma dan palea yang dipotong meskipun viable, tetapi bentuknya tidak normal dan sering mempunyai dormansi yang tinggi dari pada biji normal.
Forcing method merupakan metode kastrasi dengan cara membuka secara paksa bunga (padi) melalui penekanan pada lemma dan palea, yang kemudian dengan menggunakan jarum, garis temu antara lemma dan palea dibuka. Setelah lemma dan palea terbuka, kepala sariyang jumlahnya enam buah diambil dengan menggunakan pinset. Setelah itu bunga padi tersebut ditutup dan diikat dengan menggunakan pentil lalu diberi label. Masalah yang timbul dari metode iini adalah pembukaan dengan paksa lemma dan palea yang berisiko terhadap kerusakan stigma atau putik. Hal tersebut terjadi akibat adanya penekanan pada bunga. Putik dapat rusak akibat pembukaan bunga secara paksa melebihi batas membukanya bunga padi. Palea dan lemma membuka sedemikian sehinggaantara lemma dan palea terjkadi sudut kira-kira 30-600. Kastrasi dilakukan pada bunga padi yang belum mengalami self fertilization ( penyerbukan sendiri ), yaiut bunga yang memiliki panjang benang sari maksimal setengah panjang bunga. Keadaan tersebut menyebabkan tinggi benang sari hampir sama dengan tinggi putik atau lebih rendah dari putik sehingga pengambilan benang sari menjadi lebih sulit. Hibridisasi dengan forching method dilakukan sekali pada tiap bunganya, agar pembukaan paksa tidak terjadi berulang kali, untuk menghindari tingkat kerusakan putik yang lebih besar.
Pada dasarnya terdapat beberapa tahapan dalam melakukan teknik hibridisasi , yaitu:
1. Persiapan
Dilakukan pengamatan pada bunga mentimun, meliputi pembungaan, benangsari, dan putik.
Pemilihan induk jantan dan induk betina.
Pemilihan bunga-bunga yang akan disilangkanb.
2. Isolasi kuncup terpilih.
3. Emaskulasi
Membuang semua benang sari dari sebuah kuncup bunga mentimun yang akandijadikan induk betina.
Dilakukan sebelum putik dan benang sari masak
4. Mengumpulkan dan menyimpan serbuk sarie.
5. Melakukan penyerbukan silang.
Biasanya persilangan yang diadakan dalam usaha memperoleh hybrid tidak saja melibatkan persilangan yang sederhana yang berarti melibatkan dua jenis induk saja, tetapi kadang-kadang persilangan-persilangan yang sangat kompleks dengan menggunakan lebih dari dua induk yang dianggap mewakili kelebiha-kelebihan sifat yang diharapkan menyatu dalam suatu keturunan. Dalam hal ini, seleksionis harus mempunyai koleksi tanaman, sehigga dapat dengan mudah memilih material yang diperkirakan sesuai dengan tujuan seleksinya. Pemeilihan material ini perlu disetai tentang pengetahuan tentang sistematik, morfologi, fisiologi, cytology dalam genetika dari bahan-bahan untuk membatasi kemungkinan-kemungkinan kegagalan yang terjadi.
Keberhasilan atau kegagalan proses hibridisasi dapat dilihat setelah 3 hari sampai satu minggu setelah peerlakuan. Ciri-ciri proses hibridisasi yang berhasil adalah bunga masih segar, dan bila bunga/ bulir padi tersebut dipencet maka akan keluar cairan putih seperti susu yang merupakan cairan pati. Sedangkan jika gagal maka maka bunga akan kelihatan layu dan warnanya berubah menjadi kecoklatan. Diantara kedua metode tersebut sudah nampak jelas bahwa clipping method lebih efisien untuk dilakukan, karena tidak perlu membuka bunga depan secara paksa yang sulit dikerjakan, tetapi kekurangan dari metode ini yaitu adanya kemungkinan jatuhnya pollen yang terbawa oleh angin ke kepala putik sebelum putik benar-benar masak untuk melakukan penyerbukan, karena tidak ada penghalang untuk melindungi putik dari masuknya benda asing (pollen), untuk mengantisipasinya maka pada saat penutupan dengan menggunakan kertas harus serapat mungkin, hal ini dilakukan untuk menghindari jatuhnya pollen ke kepala putik. Sedangkan kelebihan dari forcing method yaitu adanya penutupan kembali bunga yang tadinya dibuka secara paksa tersebut setelah diambil benang sarinya, hal inilah yang yang menjadi nilai lebih bagi forcing method untuk mendapatkan tingkat akurasi data yang maksimal.
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini, setelah satu minggu, didapatkan tanaman padi yang diberi perlakuan kontrol dapat tumbuh dengan baik dengan persentase keberhasilan 100%. Sedangkan bulir padi hasil perlakuan forcing mempunyai persentase keberhasilan 15 %. Dari 20 bulir yang dikenai perlakuan hanya ada 3 bulir yang di dalamnya terdapat cairan berwarna putih susu. Sedangkan untuk percobaan kastrasi dengan metode clipping mempunyai persentase keberhasilan sebesar 0%. Dari 20 bulir padi yang dikastrasi tidak ada bulir yang berwarna hijau dan malai tampak segar. Secara teoritis, kastrasi menggunakan metode forcing memiliki presentase keberhasilan terjadinya polinasi yang lebih besar karena pollen dipastikan ada di dalam bunga yang dikastrasi. Sedangkan pada kastrasi dengan metode clipping, presentase keberhasilan terjadinya polinasi lebih kecil karena pollen belum tentu masuk ke dalam bunga yang dikastrasi. Meskipun demikian, metode ini lebih cepat dan mudah dilakukan daripada metode kastrasi yang lain.
-----
Persentase keberhasilan:
Forcing method 0%
Clipping methode 4.44 %
Kontrol 82.78%
Tabel 1. Persentase keberhasilan Hibridisasi
-----
Faktor-faktor berikut ini merupakan hal-hal yang dapat menjadi penyebab kegegalan hibridisasi pada tanaman:
1. Gametic mortality (kematian gamet)
Meskipun oleh struktur yang kebetulan memungkinkan bahwa dua spesies tumbuh-tumbuhan dapat melakukan perkawinan, fertilisasi yang sebenarnya mungkin tidak akan terjadi. Contohnya ketika bunga jantan sampai pada alat kelamin betina namun segera terhenti gerakannya karena keadaan yang tidak sesuai pada alat kelamin tersebut, sehingga sperma tidak akan mencapai sel telur.
2. Aygot mortality (kematian zigot)
Hybrid seringkali sangat lemah dan berbentuk tidak baik sehingga sering mati sebelum mereka dikeluarkan dari induknya. Hal ini berarti bahwa gene flow antara kedua golongan induk tidak terjadi.
3. Hybrid inviability
Anggota dari kedua spesies berdekatan mungkin dapat mengadakan persilangan dan menghasilkan keturunan yang fertil. Juka keturunan ini dan keturunannya lagi bersifat sekuat orang tua mereka disamping adaptasi juga sebaik orang tua mereka, maka kedua populasi ini tidak akan tetap terpisah untuk jangka waktu yang lama jika mereka simpatrik. Hal ini mengakibatkan mereka tidak lagi disebut sebagai dua spesies yang penuh tetapi jika jika anak-anaknya dan keturunannya kurang beradaptasi, mereka lenyap. Akan tetapi faktor ini dapat diabaikan dalam praktikum ini.
Dalam melakukan kastrasi diperlukan kecermatan yang tinggi, karena menyangkut hasil yang akan didapat. Kecermatan diperlukan dalam hal memilih bunga yang akan dikastrasi, memilih tanaman yang akan digunakan sebagai induk jantan dan betina, memilih waktu yang tepat pada saat kastrasi, kemudian juga saat melakukan kastrasi harus teliti dalam arti pada saat mengambil benang sari dari induk betina haruslah cermat yaitu tidak melukai putik dan dapat membedakan mana yang putik dan mana yang serbuk sari. Dan juga semua benang sari harus terambil (yang berjumlah 6 kepala sari).
V. KESIMPULAN
Hibridisasi dapat dilakukan secara buatan dengan terlebih dahulu melakukan kastrasi untuk tanaman penyerbuk sendiri. Dua contoh teknik kastrasi adalah forcing dan clipping. Kegagalan teknis hibridisasi dapat disebabkan oleh gagalnya proses kastrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Allard R. W. 1966. Principles of Plant. John Wiley & Sons, Inc. New York, USA. 485 p.
Darjanto dan SAtifah, 1982. Biologi Bunga dan Taknik Penyerbukan Silang Buatan. Gramedia. Jakarta.
Hayes, H. K., F. R Immer, D. C Smith, 1955. Method of Plant Breeding. McGraw Hill Book Company Inc. New York.
Jennings., P. R, W. R Scoffman, H. E. Kauffman. 1979. Rice Improvement. IRRI. Los Banos. The Philippines.
Mangoendihardjo W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 181 p.
Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. PAU. Bogor.
Rubenstein I., Burle Gengenbach, Ronald L Philips, C Edward Green. 1980. Genetic Improvement of Crops Emergent Techniques. University of Minnesota Press. United States of America. 242 p.
Saptowo, S., Pardal C. A. Wathmena, M. F. Masyhudi, S Hanan. 1994. Pengaruh Umur Embrio dan Genotip Tanaman Terhadap Pertumbuhan Kultur Embrio Muda. Zuriat. V (2): 52
Sucipto, A. 1993. Sekilas Tentang Hibridisasi Pada Tanaman Padi (Oryza Sativa). Buletin Ilmu Terpadu. IV. (21): 3-6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik.