I. INTISARI
Praktikum Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman yang berjudul Smaak Proff (Pengujian Rasa) ini dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2011 di Laboratorium Pemuliaan tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Praktikum mengenai pengujian rasa ini bertujuan untuk mengadakan pengujian serta penilaian terhadap rasa nasi dari 7 varietas beras (Rojolele, varietas dari beras jatah bulog, Menthik wangi, C4 no2, IR-64, Cisadane, dan C4 no3). Rasa pada dasarnya dapat turut menentukan suatu kualitas. Hal ini tergantung pada varietas padinya. Faktor luar lain yang ikut menentukan kualitas tanaman antara lain rendemen, bentuk bulir, kekerasan dan rasa. Perbedaan rasa nasi antar varietas terletak pada perbedaan kadar amylose yang terdapat pada butir-butir berasnya. Kadar amylose untuk nasi enak berkisar antara 20-24%. Kadar yang terlalu tinggi justru akan membuat nasi menjadi tidak enak (keras). Mutu beras dapat dikatakan baik apabila mengandung protein yang tinggi, rendemen dan kekerasan juga tinggi. Metode yang digunakan dalam acara ini yakni dengan cara mencicipi nasi yang sudah ditanak (matang) pada tiap varietas dan dirasakan perbedaannya. Untuk menilai kualitas rasa digunakan sistem scoring: 5 = enak sekali, 4 = enak, 3 = sedang/biasa, 2 = kurang enak, 1 = tidak enak. Tiap varietas diperlakukan sama dalam cara menanaknya. Hasil penilaian kemudian dilakukan uji dengan analisis varian (anova). 2. Hasil uji menunjukkan varietas padi dengan kualitas rasa tertinggi sampai terendah yaitu Cisadane, IR-64, Beras Bulog, Menthik Wangi, C4 kelas II, Rojolele, kemudian C4 kelas III, namun tidak terdapat beda nyata antar 7 varietas yang diuji tersebut.
II. PENDAHULUAN
A. TUJUAN
Mengadakan pengujian serta penilaian terhadap rasa nasi dari beberapa jenis padi
B. LATAR BELAKANG
Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Usaha peningkatan daya produksi padi terus dilakukan melalui pemuliaan. Salah satu tahap terpenting dalam pemuliaan padi adalah dirilisnya kultivar 'IR5' dan 'IR8', ‘The Miracle Rice’, yang merupakan padi pertama berumur pendek dan berpotensi hasil tinggi. Namun 'IR5' dan 'IR8' memiliki beberapa kekurangan, di antaranya adalah rasa nasi yang kurang enak. Kemudian berbagai kultivar padi terus dilahirkan dari 'darah' kedua kultivar perintis tersebut dan juga kultivar lainnya untuk mendapatkan varietas unggul yang mampu menjawab berbagai masalah dalam praktek di lapangan.
Suatu varietas baru akan berarti dan mempunyai nilai bilamana mendapat apresiasi yang baik dari petani. Untuk tanaman pangan seperti padi, rasa merupakan faktor penentu kualitas hasil pertanian tanaman pangan yang sangat berarti. Oleh karena itu arah pemuliaan tanaman padi perlu memperhatikan faktor rasa. Faktor rasa merupakan faktor yang paling relatif. Namun kini penilaian kualitas rasa dapat dilakukan dengan model rancangan serta metode analisis data statistika sehingga hasil penilaian dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dan tidak terbantahkan. Maka dari itu dalam praktikum Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman dilakukan Pengujian Rasa (Smaak Proff) nasi untuk beberapa varietas padi.
C. LANDASAN TEORI
Pemuliaan padi dalam periode tahun 1960 –2000 telah menghasilkan varietas unggul baru dengan perbaikan sifat yaitu umur lebih genjah (kurang dari 120 hari), produksi lebih tinggi (lebih dari 5 ton/ha), rasa enak, dan mempunyai ketahanan terhadap hama dan penyakit yang lebih baik. Dari sekitar 90 an varietas unggul yang telah dilepas dalam kurun waktu tersebut, hanya sebagian kecil (sekitar 10%) yang berkembang dalam skala luas dan umur penggunaannya lama. Tingkat komersialisasi varietas IR 64 tertinggi dibandingkan varietas Cisadane, PB 42, PB 36 dan Ayung berdasarkan luas penanaman, umur penggunaan varietas (lebih dari 10 tahun). Tingkat efisiensi varietas IR 64 tertinggi yaitu 4180.2, Cisadane 1081.2, PB 36 854.1, PB 42 292,4, sedangkan Ayung 8.1 (Hadi dkk., 2005).
Mutu giling dan mutu pasar ternyata tidak mempunyai hubungan dengan mutu tanak dan mutu rasa nasi. Dengan demikian, mutu pasar yang tinggi tidak memberikan jaminan bahwa beras tersebut juga mempunyai mutu yang tinggi dan harga beras yang tertinggi pula. Mutu rasa lebih ditentukan oleh faktor subjektif yang dipengaruhi oleh lingkungan, lokasi dan selera konsumen. Karena cita rasa merupakan selera pribadi, dalam perdagangan mutu cita rasa tidak dimasukkan dalam ketentuan persyaratan mutu beras yang bersifat baku. Akan tetapi, secara tidak langsung faktor mutu rasa sudah termasuk dalam klasifikasi jenis beras atau varietas padi (Soenarjo, 1991).
Kadar amilosa dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu : kadar amilosa tinggi (25-30%), sedang (20-24%), dan rendah (<20%). Sebagian besar hibrida yang diuji dan varietas IR64 memilliki kadar amilosa sedang. Suhu gelatinisasi menentukan lamanya menanak nasi. Suhu gelatinisasi (SG) digolongkan menjadi tiga : rendah/low (55-69ºC), sedang/Intermediate (70-74ºC), dan tinggi/high (75-79ºC). IR64 memiliki SG tinggi. Beras yang mempunyai suhu gelatinisasi tinggi apabila dimasak akan membutuhkan lebih banyak air dan waktu tanak lama dibandingkan beras bersuhu gelatinisasi rendah. Tekstur nasi digolongkan sebagai ketan (0), sangat pulen (1), pulen (2), sedang (3), dan pera (4). Rata-rata varietas hibrida bertekstur nasi pulen (Lestari dkk., 2007).
Hubungan antara nilai rasa dari Rice Taste Instrument (RTI) dan karakter rasa dari 57 varietas padi Jepang secara sistematis dianalisa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara nilai rasa dari Rice Taste Instrument dan nilai terintegrasi rasa beras, plastisitas beras, fleksibilitas dan kilap pada varietas yang diuji, tetapi tidak ada hubungan antara nilai rasa dan kandungan amilosa (Zesheng, 2000).
Di Hiroshima, Jepang, Ishibuchi dkk. (1994) telah melakukan uji rasa nasi menggunakan simulasi komputer yang dinamakan Fuzzy Systems berdasarkan teknik subsampling acak yang sebanding dengan jaringan saraf. Setelah memeriksa kemampuan sistem fuzzy untuk contoh numerik, kemudian menerapkannya pada pemodelan hubungan antara enam faktor dalam tes sensorik pada rasa nasi. Fuzzy Systems digunakan sebagai rerata dari pemetaan non-linear dengan simulasi komputer pada data nyata.
III. METODOLOGI
Praktikum acara smaak proff ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, UGM, Yogyakarta pada tanggal 26 Maret 2007. Bahan yang diperlukan yaitu 7 varietas padi yang relatif mempunyai rasa nasi berbeda, yaitu Rojolele, C4 II, Cisadane, C4 Super, C4 III, Menthik Wangi dan Bulog. Sedangkan alat yang digunakan yaitu alat tulis, piring nasi dan sendok.
Nama varietas dirahasiakan terhadap para praktikan. Masing-masing jenis diperlakukan sama selama masak/menanaknya, misalnya dalam pencuccian beras, air yang digunakan untuk menanak, besar kecilnya nyala api supaya tidak mengakibatkan nasinya gosong. Setelah nasi masak, nasi dipindahkan ketempat yang lebih luas agar cepat digin. Kemudian para praktikan mencicipi rasa nasi tersebut sesuai dengan peraturan yang ada. Praktikan dibagi kedalam 7 kelompok (blok), setiap kelompok menilai dan mencicipi 3 macam varietas (treatment). Penilaian dilakukan dengan skoring system:
1: enak sekali
2: enak
3: sedang
4: kurang enak
5: tidak enak
Angka penilaian kelompok adalah angka rata-rata penilaian dari individu yang ada dalam kelompok tersebut. Setelah itu dibuat tabel penilaian dan dihitung nilai Bt, Qt, dan DTi. Setelah dilakukan perhitungan kemudian dilakukan analisis CRD dan tabel anovanya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum mutu beras dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tunak, mutu gizi, dan standar spesifik untuk penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar, bentuk dan kebeningan beras).
Salah satu penentu mutu giling adalah banyaknya beras putih atau rendemen yang dihasilkan. Menurut Nugraha et al. (1998), nilai rendemen beras giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan yang meliputi varietas, teknik budidaya, cekamaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas beras terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh maka rendemen akan semakin rendah.
Bentuk butir berpengaruh langsung terhadap kualitas beras. Butir yang bulat dan pendek akan memiliki kualitas lebih baik dibanding bentuk butir yang panjang dan kurus karena tidak mudah pecah. Sehingga walaupun mendapat tekanan cukup besar pada proses pasca panen atau disimpan digudang beras tidak mudah rusak. Tingkat kekerasan beras menentukan kekuatan beras selama proses pengolahan dan keperaan setelah dimasak. Beras yang dianggap enak yaitu beras yang bila telah dimasak memiliki rasa yang empuk dan pulen dan rasanya enak. Tingkat rasa beras dipengaruhi oleh kadar amylosa yang terkandung dalam beras. Semakin tinggi kadar amylosa maka semakin berkurang keenakannya. Sedangkan bila kadar amylosa rendah maka keenakannya akan bertambah dan bersifat pulen dan empuk. Utuk setiap jenis beras yang diuji diperlakukan sama selama proses memasaknya. Hal ini dilakukan agar diperoleh standar yang sama untuk setiap perlakuan dalam arti tidak perlakuan khusus untuk masing-masing beras yang diuji. Karena perbedaan perlakuan memasak akan memungkinkan perbedaan penilaian rasa oleh penguji.
Tabel 1. Tabel Penilaian
IBD* | Total Treatment (Ti) | Bt | Qti | ΔTi | Ti adj** |
1 | 9.250 | 27.500 | 0.083 | 0.036 | 3.048 |
2 | 9.750 | 26.750 | 0.833 | 0.357 | 2.893 |
3 | 8.250 | 26.250 | -0.500 | -0.214 | 2.964 |
4 | 9.000 | 27.750 | -0.250 | -0.107 | 3.107 |
5 | 8.250 | 25.500 | -0.250 | -0.107 | 2.857 |
6 | 9.250 | 26.000 | 0.583 | 0.250 | 2.833 |
7 | 8.750 | 27.750 | -0.500 | -0.214 | 3.131 |
Keterangan:
** Haga Ti adj yang rendah menunjukkan rasa nasi yang lebih enak
* jenis nasi:
1. Rojolele
2. Bulog
3. Menthik Wangi
4. C4 II
5. IR-64
6. Cisadane
7. C4 III
Contoh perhitungan :
1. Bt1 = Bj1+Bj5+Bj7
= 9.95+8.25+9.5= 27.5
2. Qti = Ti-
Qt1 = 9.25 – 27.5/3
= 0.08
3. ∆Ti = Qti ()
∆T1 = Qt1 ()
= 0.08 (3/7)
= 0.03
4. Ti adj = (T1/r) - ∆T1
T1 adj = 9.25/3 – 0.03
= 3.05
Dengan asumsi bahwa tidak ada penguji non-tester (tidak dapat merasakan rasa tidak enak), maka dari hasil perhitungan di atas diperoleh nilai Ti adj yang menunjukkan tidak enaknya rasa nasi. Semakin tinggi nilai Ti adj semakin tidak enak rasa nasinya. Nilai Ti adj paling rendah pada T6 adj yaitu untuk varietas Cisadane yang berarti rasa nasinya paling enak, kemudian disusul IR-64, Beras Bulog, Menthik Wangi, C4 kelas II, dan Rojolele. Sedangkan Ti adj yang bernilai paling tinggi pada varietas C4 kelas III yang berarti rasa nasinya paling tidak enak di antara ketujuh nasi yang diuji. Rasa enak suatu varietas beras tersebut sangat relatif dan juga bersifat subyektif tergantung dari orang yang menilainya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penilaian seseoang terhadap rasa nasi antara lain kepekaan rasa lindah yang berbeda-beda serta kebiasaan memakan varietas nasi tertentu saja yang menurut seseorang enak. Adanya perbedaan rasa antar varietas mungkin disebabkan oleh variasi fisikal atau chemical yang dimiliki pati dalam butir-butir beras pada masing-masing varietas. Variasi chemical berarti kandungan kimia bahan atau kadar amylosa dan amylopektin pada beras. Oleh karena itu tabel tingkat keenakan rasa nasi di atas juga dapat mengindikasikan tingkat kadar amylosa.
Menurut Prof. DR. Ir. Made Astawan, Dosen Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, IPB, dalam Hanny (2002), Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Hampir 90 persen berat kering beras adalah pati yang terdapat dalam bentuk granula. Pati beras terbentuk oleh dua jenis molekul polisakarida, yang masing-masing merupakan polimer dari glukosa. Kedua molekul pembentuk pati tersebut adalah amilosa dan amilopektin. Beras dengan kadar amilosa tinggi bila dimasak, pengembangan volumenya dan tidak mudah pecah, nasinya kering dan kurang empuk, serta menjadi keras bila didinginkan, seperti pada kebanyakan tipe IR. Beras dengan kadar amilosa rendah bila dimasak menghasilkan nasi yang basah dan lengket, sedangkan beras dengan kadar amilosa menengah menghasilkan nasi yang agak basah dan tidak menjadi keras bila didinginkan. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur, pera atau tidaknya nasi, cepat atau tidaknya mengeras dan lengket atau tidaknya nasi. Beras berkadar amilosa sedang disukai oleh bangsa Filipina dan Indonesia. Beras dengan kadar amilosa rendah (amilopektin tinggi) sangat disukai masyarakat Jepang.
Pada beras semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektinnya maka akan semakin pulen (lekat) nasi yang diperoleh. Menurut Almatsier (2002), cabang-cabang dalam struktur amilopektinlah yang terutama menyebabkan beras dapat membentuk gel yang cukup stabil. Kandungan amylosa yang terdapat pada beras dikendalikan oleh gen tunggal dominan bersama dengan gen tunggal minor yang memiliki pengaruh kumulatif dan terdapat pada lokus yang sama pada F1-nya. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi kandungan amylosa yaitu irigasi, suhu dan jenis tanah.
Penilaian rasa ini bersifat relatif sehingga perlu diketahui tingkat signifikasi data dengan analisis CRD.
Tabel 2. Analisis Varian (ANOVA)
Sumber Variasi | df | SS | MS | Fhit (Fcal)* | Ftab |
Total | 20 | 4.61 | 0.23 | ||
Block (unadjusted) | 6 | 0.82 | 0.14 | 0.34 | 3.58 |
Treatment (adjusted) | 6 | 0.61 | 0.10 | 0.26 | 3.58 |
Error | 8 | 3.18 | 0.40 |
Keterangan:
* Fhit > Ftab : ada beda nyata
Fhit unadjusted = 0.34 < 3.58 : tidak ada beda nyata
Fhit adjusted = 0.26 < 3.58 : tidak ada beda nyata
Contoh perhitungan :
1. df = n-1
df total = 21-1 = 20
2. CF=FK=
= (62.5)2
21
= 186.01
3.SST = ∑ ((Yi) 2) – CF
=3.52+3.52+2.752+32+2.752+2.252+2.252+3.252+3.252+32+3.752+2.52+3.252+2.252+2.752+3.252+3.252+2.52+2.52+3.252+3.752) – 186.01
= 4.61
4. SSB = - CF
= (560.50) -186.01
3
= 0.82
5. SSt = (∑(Ti2)) – CF
3
= [85.56 + 95.06 + 68.06 + 81.00 + 68.06 + 85.56 + 76.56 + 559.88]/3 - 186.01
= 0.61
6. SSe = SST – (SSB+SSt)
= 4.61 – (0.82 + 0.61)
= 3.18
7. MSB =
= 0.82/6
= 0.14
8. Fcal B =
= 0.14/ 3.18
= 0.35
Berdasarkan tabel ANOVA diatas didapat nilai F hit pada blok (0.35) < F tabel (3,58) hal ini menunjukkan perlakuan pada masing-masing blok/kelompok tidak berbeda nyata. Sama halnya F hit pada treatment (0.25) < F tabel (3,58) yang menunjukkan bahwa perlakuan pada tiap varietas juga tidak ada beda nyata. Maksudnya, pada setiap kelompok dan varietas padi memiliki rasa yang hampir sama, walaupun memiliki perbedaan rasa namun perbedaan ini relatif kecil dan dapat diabaikan. Sehingga apabila dilepas di pasaran, faktor rasa dari ketujuh jenis beras yang diuji tersebut tidak akan memberikan dampak terlalu besar pada respon pasar.
Varietas yang memiliki rasa enak biasanya lebih lama dipakai oleh petani. Menurut Djunainah dkk. (1993), varietas IR64 yang dilepas pada tahun 1986 sangat digemari oleh para petani dan konsumen. Hal ini dapat terlihat dari masih banyaknya petani memakai varietas ini untuk ditanam. Varietas ini digemari karena rasa nasi yang enak, umur yang genjah (110-125 hari), dan potensi hasil yang tinggi 5 ton/ha. Sedangkan menurut Hadi dkk. (2005), varietas Cisadane dilepas bersamaan dengan varietas Ayung yaitu pada tahun 1980. Varietas ini masih banyak dipakai sampai tahun 1999, sehingga sampai tahun 1999 varietas ini masih hidup (Hadi dkk., 2005).
Di samping itu, lamanya suatu varietas dipakai oleh petani dipengaruhi oleh kondisi lingkingan fisik dan sosial setempat. Padi unggul lokal Kabupaten Klaten, Rojolele, telah dirilis Departemen Pertanian pada tahun 2003. Padi rojolele merupakan salah satu varietas padi unggul lokal asal Indonesia yang digunakan sebagai induk persilangan dalam program penelitian IRRI (Fagi dkk., 2002 dalam Mudjisihono dkk., 2002). Hasil produksinya memiliki kualitas yang tinggi yaitu pulen dan wangi serta mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Mudjisihono dkk., 2001). Beras Menthik wangi adalah produk unggulan yang memiliki karakteristik khas dari pegunungan Lawu. Bau wangi yang ditimbulkan oleh beras Menthik wangi merupakan aroma alami bawaan dari beras tersebut. Beras ini tergolong sangat terbatas kapasitasnya karena tidak mudah tumbuh baik di sembarang areal pertanian. Beras Menthik Wangi membutuhkan suplai air jernih yang berasal dari mata air pegunungan dan hanya tumbuh subur di areal dengan ketinggian yang cukup. Dari aroma wangi dan rasanya yang gurih, manis, dan pulen menunjukkan bahwa beras Menthik wangi benar-benar tumbuh dari sari-pati pertanahan alami yang kandungan kimiawinya masih jauh dari polusi air dan tanah (Anonim, 2011).
Perusahaan Umum BULOG mempunyai tugas menyelenggarakan usaha logistik pangan yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Selain itu, dalam hal tertentu Perum BULOG juga menyelenggarakan tugas-tugas tertentu yang diberikan pemerintah dalam pengamanan harga pangan pokok, pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan distribusi pangan pokok kepada golongan masyarakat tertentu, khususnya pangan pokok beras yang ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka ketahanan pangan. Standar kualitas beras dalam pengadaan beras dalam negeri yang digunakan BULOG adalah beras Mutu IV SNI yang merujuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI No. 01-6128- 1999) yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan khusus kualitas beras.
Konsumen pada umumnya lebih mengutamakan rasa sehingga mereka akan membeli beras yang rasa nasinya enak walaupun dengan harga yang tidak murah. Pengujian rasa ini sangat penting bagi pemuliaan terutama dalam pemilihan jenis suatu varietas dengan dipertimbangkan rasa agar hasil pemuliaan sesuai yang diharapkan.
V. KESIMPULAN
- Rasa dipengaruhi oleh suhu gelatinisasi, aroma, gel konsistensi, dan kadar amylosa. Pengujian rasa yang dilakukan mempunyai nilai yang berbeda antar penguji, karena rasa bersifat relative.
- Hasil uji menunjukkan varietas padi dengan kualitas rasa tertinggi ke terendah yaitu Cisadane, IR-64, Beras Bulog, Menthik Wangi, C4 kelas II, Rojolele, kemudian C4 kelas III, namun tidak terdapat beda nyata antar 7 varietas tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Anonim. 2011. Beras Menthik Wangi. . Diakses 31 Maret 2011.
Djunainah, T., W. Susanto, H. Kasim. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Padi 1943-1992. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Hadi, S., Tati Budiarti, dan Haryadi. 2005. Studi komersialisasi benih padi sawah varietas unggul. Agron 33 (1): 12 – 18
Hanny. 2002. Beras Makanan Pokok Sumber Protein. <http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1028376933,9249,>. Diakses 30 Maret 2011.
Ishibuchi H., Nozaki K., Tanaka H., Hosaka Y., Matsuda M. 1994. Empirical study on learning in fuzzy systems by rice taste analysis. Fuzzy Sets and Systems. 64 (2):129-144
Lestari, Angelita Puji, Hajrial Aswidinnoor, dan Suwarno. 2007. Uji daya hasil dan mutu beras 21 padi hibrida harapan. Agron 35 (1): 1 – 7
Mudjisihono, R., T. Santoso dan R. Hendrata. 2001. Laporan Hasil Pengkajian Uji Varietas Rojolele Kabupaten Klaten. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Yogyakarta.
______. 2002. Laporan Hasil Pengkajian Uji Varietas Rojolele Kabupaten Klaten. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Yogyakarta.
Nugraha, U.S., S.J. Munarso, Suismono dan A. Setyono. 1998. Tinjauan tentang rendemen beras giling dan susut pascapanen: 1. Masalah sekitar rendemen beras giling, susut dan pemecahannya. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.
Soenarjo, E. 1991. Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Zesheng, S. 2000. Analysis of the relationship between the tasted values from Rice Taste Instrument and rice taste characters. Journal of Anhui Agricultural Sciences 2. Abstrak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik.